Berbagai nama yang digunakan di sana dalam kasus gratifikasi kapal Orcha 1 – 4. KPK juga sudah belum sepenuhnya mendalami lebih lanjut apakah ada dan siapa yang membiayai. Tentu belum memenuhi rasa keadilan. Padahal KPK sudah mengetahui ada korupsi dalam pengadaan empat kapal yang diajukan oleh KKP. Kapal-kapal tersebut merupakan bagian dari Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) untuk mengejar maling ikan.
Skandal kasus tahun lalu saja, mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Perum Perikanan Indonesia (Perindo) dalam impor ikan. Total ada sembilan orang yang diamankan, terdiri dari jajaran direksi Perum Perindo, pegawai Perum Perindo dan pihak swasta. Dari semua saksi yang telah dipanggil KPK untuk dihadirkan dalam persidangan, belum maksimal dalam pendalaman terhadap modus korupsi impor ikan sehingga terkesan lamban dan penuh Lika liku. Belum bisa masyarakat pesisir menilai baik dalam memenuhi kriteria berkeadilan bagi masyarakat.
Skandal kasus tindak pidana korupsi pengadaan mesin kapal perikanan dan pembangunan kapal perikanan tahun anggaran 2016 pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sudah diproses oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), hingga kini belum ada satupun penetapan tersangka pada perkara tersebut. Padahal, material kapal dan mesin yang dibuat tidak ada. Walaupun pembangunannya ada. Namun, mangkrak, tidak terpakai karena tidak sesuai spek yang dibutuhkan masyarakat. Waktu itu, seluruh nelayan Indonesia menolak kapal-kapal fiber bantuan KKP karena tidak sesuai spesifikasi, tidak berizin Kemenhub, tidak berizin SIPI dan SIKPI dan terindikasi terjadi korupsi anggaran negara, dimulai dari tender hingga distribusi kapal.
Kejagung harus segera meningkatkan status hukum dari semua kasus yang ada. Penyidik hanya tinggal menunggu laporan hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP dan BPK terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Kejagung bersama BPKP dan BPK segera menindak lanjuti hasilnya. Jangan diamkan masalah korupsi sektor kelautan dan perikanan agar segera dituntaskan. Jangan lama-lama nanti hilang, segera perjelas posisi kasusnya supaya masyarakat memenuhi rasa keadilannya.
Kasus proyek pengadaan mesin kapal perikanan yang disidik Kejagung berawal ketika KKP pada 2016 pengadaan mesin kapal perikanan sebanyak 1.445 unit dengan pagu anggaran sebesar Rp 271 miliar. Dari jumlah unit mesin kapal itu, sebanyak 13 unit kapal senilai Rp1 miliar terpasang pada kapal yang belum selesai dibangun dan berada di galangan tanpa kontrak pada 2017. Akibatnya, pembatalan kontrak kapal, ke-13 unit mesin yang terpasang ditahan pihak galangan.
Sementara itu, tidak ada pembuatan perikatan dengan pihak galangan pada 2017 lalu. Kemudian, ada dugaan markup harga pengadaan mesin kapal perikanan saat proses e-Katalog pada 2017 itu. Pengadaan dan pembayaran mesin kapal berkaitan dengan kasus pembangunan kapal perikanan pada 2016, berawal ketika pengadaannya dengan pagu Anggaran sebesar Rp477,9 miliar dengan realisasi anggaran pembangunan kapal perikanan sebesar Rp209 miliar.
Berdasarkan ketentuan dalam syarat-syarat khusus kontrak pembangunan kapal perikanan, pembayaran prestasi pekerjaan dilakukan dengan cara Turn Key yaitu pembayaran dilakukan jika satuan unit kapal telah sampai di lokasi. Namun sampai akhir 2016 dari 754 kapal baru selesai 57 kapal. Sehingga sesuai syarat-syarat khusus kontrak pembangunan kapal seharusnya dibayarkan hanya untuk 57 kapal senilai Rp15,969 miliar.
Sedangkan untuk 697 unit kapal yang tidak selesai seharusnya tidak dapat dibayarkan. Namun pada akhir tahun anggaran ada perubahan ketentuan soal cara pembayaran. Dari semula Turn Key, menjadi sesuai progress dengan tujuan agar meski kapal belum selesai dikerjakan, pembayaran dapat dilakukan. Sehingga untuk 697 unit kapal yang belum selesai dikerjakan tetap dibayarkan sesuai nilai kontrak secara keseluruhan sebesar Rp193,797 miliar dan untuk sisa pekerjaan yang belum selesai dijamin dengan Garansi Bank.