BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) menggelar Rapat Koordinasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Tahun 2025 di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Kamis (7/8/2025).
Rakor dipimpin Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, didampingi Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto.
Hadir pula Gubernur Kalteng H. Agustiar Sabran, Wakil Gubernur H. Edy Pratowo, unsur Forkopimda, serta seluruh kepala daerah se-Kalteng.
Menteri Hanif menegaskan bahwa penanganan Karhutla menjadi prioritas nasional, sebagaimana amanat Keputusan Menko Polhukam No. 29 Tahun 2025.
KLHK bertugas menyusun arah kebijakan lingkungan, mengawal pelaksanaan tugas, mengevaluasi strategi, dan memberikan rekomendasi kepada Presiden.
“KLHK juga berperan aktif dalam penegakan hukum, pemulihan ekosistem, dan pengendalian kebakaran lahan non-hutan, termasuk peningkatan komunikasi publik terkait Karhutla,” ujar Hanif.
Ia juga mengungkapkan, Kalimantan Tengah memiliki tantangan tersendiri dalam pengendalian kebakaran, dengan luas wilayah sekitar 15,3 juta hektare dan 30,44 persen di antaranya merupakan lahan gambut. Kabupaten Katingan menjadi daerah dengan gambut terluas, disusul Kapuas dan Kotawaringin Timur.
Data terkini per 4 Agustus dari BPBD menunjukkan 1.317 hotspot di Kalteng, dengan 326 kejadian Karhutla yang membakar sekitar 451 hektare.
Sementara, pada tanggal 6 Agustus, tidak ditemukan hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi. Namun, 11 hotspot berkonfidensi sedang ditemukan di Barito Utara, Gunung Mas, Katingan, dan Pulang Pisau.
Menteri Hanif menekankan pentingnya tindakan preventif, antara lain larangan pengeringan lahan gambut, pembangunan dan revitalisasi sekat kanal, pengaktifan satgas Karhutla, edukasi masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan membakar.
“Kemudian pelibatan akademisi untuk riset penyiapan lahan ramah lingkungan, serta penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran,” lanjutnya.
Gubernur Kalteng, H. Agustiar Sabran menyatakan, Kalteng saat ini menghadapi risiko tinggi Karhutla, terlebih di wilayah gambut. Ia mengingatkan agar semua pihak belajar dari kebakaran hebat pada 2015 dan 2019.
“Ini adalah alarm bagi kita semua. Deteksi dini, sinergi lintas sektor, dan pemberdayaan masyarakat adalah harga mati,” ujarnya.
Gubernur juga menekankan pentingnya kearifan lokal dalam pendekatan penanggulangan Karhutla. Perda Nomor 1 Tahun 2020 telah mengatur pembakaran terbatas oleh masyarakat adat, maksimal 2 hektare per kepala keluarga, dengan pengawasan ketat.
Upaya pengendalian langsung terus dilakukan. Sejak 5 Agustus, Gubernur bersama Forkopimda memantau udara menggunakan helikopter ke sejumlah daerah rawan seperti Kotawaringin Barat, Kotim, Katingan, Seruyan, Palangka Raya, Barito Timur, Barito Utara, dan Barito Selatan.
“Langkah ini dilakukan untuk memastikan kesiapan personel, memverifikasi titik api, serta menentukan prioritas penanganan,” kata Gubernur.
Namun, ia juga menyoroti tantangan geografis Kalteng yang luas, sehingga diperlukan dukungan pusat dalam bentuk tambahan helikopter, drone jarak jauh, pusat komando terpadu, serta logistik udara lainnya.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa peluang pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Kalteng cukup tinggi, mengingat potensi awan hujan yang mencapai lebih dari 70 persen.
Ia juga menyoroti data TMAT (Tinggi Muka Air Tanah) yang menunjukkan 17 persen stasiun dalam kondisi rawan, 8 persen sangat rawan, dan 2 persen berbahaya.
“Kondisi ini memperkuat urgensi pembasahan lahan gambut sebagai tindakan pencegahan karhutla,” katanya.
Rakor ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama oleh seluruh pemangku kepentingan, termasuk Forkopimda, bupati/wali kota, serta instansi terkait di Kalteng, sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi Karhutla 2025. (asp)










