Mengetahui Penyebab Anak Obesitas dan Cara Mengatasinya

Disadari atau tidak, risiko obesitas pada anak menjadi semakin tinggi dengan meningkatnya akses pada makanan cepat saji maupun makanan bernutrisi buruk (junk food). Tidak hanya faktor makanan, masih ada faktor lain yang bisa membuat anak menderita obesitas serta berisiko menyebabkan gangguan kesehatan.

Berdasarkan laporan penelitian gabungan tahun 2016 yang dilakukan oleh UNICEF, WHO dan ASEAN, Indonesia memiliki persentase yang sama untuk anak obesitas dan anak malnutrisi (gizi kurang/buruk), yaitu sebesar 12 persen.

Obesitas pada anak-anak terjadi ketika berat badan mereka jauh melebihi berat normal berdasarkan tinggi badan. Kondisi ini berbahaya karena membuat mereka berisiko tinggi mengidap penyakit kronis dan mengalami stres.

Orang tua patut mengingat bahwa obesitas berbeda dengan sekadar kelebihan berat badan. Penentuan diagnosis anak obesitas perlu dilakukan dengan sangat hati-hati. Dokter akan mengukur berat dan tinggi badan anak, serta mengalkulasi Indeks Massa Tubuh/IMT (Body Mass Index/BMI) anak. Hasil ini akan dibandingkan dengan nilai standar/normal.

Faktor Pemicu Obesitas

Banyak faktor yang dapat menyebabkan obesitas. Beberapa di antaranya saling berkaitan, yaitu:

  • Gaya hidup: Pola makan tidak sehat dengan kalori yang berlebihan dan tidak diiringi dengan aktif bergerak. Mengonsumsi makanan yang kaya kandungan lemak jenuh dan gula (seperti eskrim, coklat, permen), kelompok makanan cepat atau siap saji (fast food), serta minuman ringan atau minuman berenergi diduga menjadi penyebab utama obesitas. Pola makan yang disertai dengan kebiasaan duduk terlalu lama di depan TV atau di depan layar komputer ini menjadi penyebab utama obesitas di antara generasi muda.
  • Faktor genetis: Meski tidak mutlak, anak dengan anggota keluarga atau orang tua yang mengidap obesitas lebih berisiko mengidap obesitas. Selain bersifat keturunan, juga bisa diakibatkan oleh pola makan dan gaya hidup anak yang serupa dengan orangtuanya.
  • Faktor psikologis: Obesitas kadang-kadang dialami oleh anak atau remaja yang menjadikan makanan sebagai pelarian dari rasa frustrasinya atau stres psikologis terhadap pelajaran di sekolah, kebosanan, masalah, dan bentuk emosional lainnya.

Selain faktor-faktor di atas, praktik pemberian makan bayi dan anak yang tidak diperhatikan atau masih tradisional, dengan pilihan makanan yang mengandung sedikit nutrisi baik, juga menjadi faktor kontributor lain.

Komplikasi Akibat Obesitas

Tidak hanya pada kesehatan, obesitas dapat berdampak pada hidup anak secara keseluruhan.

Dampak secara fisik

Berikut ini adalah kondisi-kondisi kesehatan yang dapat dipicu oleh obesitas:

  • Tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi: Keduanya berisiko menimbulkan plak yang menyebabkan penyempitan pembuluh arteri pada anak, sehingga dapat memicu stroke dan serangan jantung di kemudian hari.
  • Diabetes tipe 2: Gaya hidup yang kurang aktif bergerak, ditambah dengan kondisi obesitas, dapat memicu risiko diabetes tipe 2 yang memengaruhi metabolisme glukosa dalam tubuh Si Kecil.
  • Penyakit pernapasan: Bobot tubuh anak yang berlebihan bisa mengakibatkan saluran pernapasan anak menyempit, membengkak, dan membuatnya kesulitan bernapas sehingga berisiko menderita penyakit pernapasan seperti asma.
  • Gangguan pola tidur: Akibat obesitas, pernapasan anak bisa menjadi tidak normal, misalnya mendengkur saat sedang tidur. Kualitas istirahat atau tidur anak tersebut dapat menurun akibat gangguan pada pernapasannya. Hal ini dapat menyebabkan prestasi belajar di sekolah menurun karena anak sulit konsentrasi di kelas dan sering mengantuk di siang hari.
  • Penyakit perlemakan hati non-alkoholik (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease/NAFLD). Obesitas dapat menyebabkan penumpukan lemak yang membahayakan organ hati.
  • Gangguan pada tulang yang menyangga kelebihan berat pada tubuh.

Dampak secara sosial dan emosional

  • Gangguan pada perilaku: Anak yang menderita obesitas cenderung lebih sulit untuk bersosialisasi dan lebih mudah khawatir mengenai pendapat orang lain terhadap berat badannya.
  • Tidak percaya diri: Tubuh dengan berat berlebihan kerap membuat seseorang menjadi tidak percaya diri dalam pergaulan.
  • Depresi: Rasa tidak nyaman dan percaya diri membuat anak rentan mengalami depresi.

Bagaimana Mendiagnosis Obesitas?

Langkah paling awal jika Anda khawatir bahwa anak Anda mengidap obesitas adalah dengan memeriksakannya ke dokter agar dia mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.

Sebelum mengantar Si Kecil ke dokter, persiapkanlah hal-hal berikut ini:

  • Tulis keluhan, perilaku, aktivitas, dan kebiasaan Si Kecil yang dapat menyebabkan obesitas.
  • Catat kelompok makanan apa saja yang dikonsumsi anak dalam sepekan atau makanan yang sering ia konsumsi. Bawa juga catatan obat-obatan atau vitamin yang biasa dikonsumsinya.
  • Kemungkinan dokter juga akan menanyakan aktivitas dan pola makan keluarga sehari-hari, serta riwayat anggota keluarga yang mengidap obesitas.

Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT adalah pengukuran yang umum digunakan untuk menentukan apakah berat badan seseorang dapat diklasifikasikan sebagai di bawah berat normal, berberat badan normal, kelebihan berat badan, atau obesitas. IMT diukur dengan rumus berat (dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter2).

Contohnya seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dengan berat badan 50 kilogram, dan tinggi badan 1,2 meter, maka IMT-nya adalah:

 

50 kg/(1,20 m)2 = 50/1.44 ≈ 34,7 kg/m2

 

Pengukuran berdasarkan IMT anak Anda akan dibandingkan berdasarkan IMT anak-anak lain dengan jenis kelamin, usia dan tinggi badan yang sama.

Selain mengukur IMT anak, dokter akan memeriksa pola makan, tingkat aktivitas anak, riwayat obesitas dalam keluarga, dan masalah kesehatan anak yang lain.

Pemeriksaan kadar gula darah, kolesterol, keseimbangan hormon, kadar vitamin D, dan pemeriksaan terkait kondisi obesitas lain juga bisa dilakukan. Perhatikan bahwa umumnya tes darah ini mengharuskan anak untuk berpuasa selama 8-12 jam sebelumnya.

Mendampingi Anak dengan Obesitas

Kunci menangani anak dengan obesitas bertumpu kepada dua hal. Pertama adalah memastikan bahwa anak telah menerapkan pola makan sehat dan mengajaknya beraktivitas fisik lebih teratur, sehingga berat badannya turun. Namun pengurangan berat badan harus dilakukan dalam jangka panjang secara bertahap dan disarankan ditanyakan terlebih dahulu kepada dokter anak. Orang tua wajib mengetahui bahwa dalam proses ini, bobot tubuh anak sebaiknya hanya berkurang 0,5-0,9 kilogram dalam satu bulan untuk kasus obesitas yang tidak parah, dan satu minggu untuk kasus parah, dengan panduan sebagai berikut ini:

Bicara dari hati ke hati

Berat badan adalah topik yang sensitif dibicarakan, terutama pada anak yang beranjak remaja. Namun tidak membicarakannya sama sekali justru akan menempatkan si anak pada kondisi yang membahayakan. Tidak hanya bagi kesehatan, tapi juga secara psikologis. Berikut ini adalah beberapa hal yang sebaiknya menjadi perhatian orang tua:

  • Pastikan anak tahu bahwa proses mengatur pola hidup demi penurunan berat badan akan menjadi proses yang dia akan jalani bersama Anda. Hal ini demi kebaikan dan tujuan jangka panjang yang lebih sehat.
  • Ajak anak untuk terbuka juga tentang masalah-masalah yang tidak menyangkut makanan, tapi berpotensi untuk menjadi penyebab obesitas.
  • Selalu berikan pujian dan tunjukkan dukungan tiap melihat usaha dan keberhasilan-keberhasilan kecil yang dicapai oleh anak.

Pola makan sehat

  • Sebagai orang tua, Anda berperan penting dalam menentukan apa saja dan bagaimana anak mengonsumsi makanannya. Upayakan untuk mengganti sebanyak mungkin makanan kemasan dengan buah-buah dan sayuran segar.
  • Batasi frekuensi makan di luar, terutama di restoran siap saji yang banyak menawarkan makanan tinggi gula dan kolesterol.
  • Dengan memasak makanan sendiri, Anda lebih bisa mengontrol kandungan kolesterol dan kalori dalam makanan yang dikonsumsi anak. Prioritaskan masakan dengan cara mengukus atau merebus dibandingkan dengan menggoreng.
  • Hindari memberi makanan sebagai hadiah, atau membatasi makanan hukuman.
  • Jadikan momen makan bersama keluarga sebagai aktivitas yang terfokus dan menyenangkan. Makan sambil menonton TV dapat membuat anak kehilangan kontrol atas apa dan bagaimana mereka mengonsumsi makanan.
  • Lebih baik mengubah pola makan sehat dalam jangka panjang daripada seketika membatasi semua makanan berkalori tinggi. Perubahan pola makan yang dipaksakan secara drastis cenderung tidak bertahan lama.
  • Bagi orang tua, jadilah panutan bagi Anak untuk hidup sehat agar ia dapat mengikuti perilaku dan gaya hidup sehat dari Anda.

Mengajak anak beraktivitas

  • Aktivitas fisik tidak harus selalu berupa olahraga berat. Akan lebih mudah untuk menyarankan aktivitas fisik yang disenanginya, seperti bermain lompat tali, bersepeda atau hobi dan olahraga lain yang ia senangi.
  • Batasi waktu anak untuk menonton TV atau duduk bermain game di smartphonetablet, atau komputer, menjadi tidak lebih dari satu jam setiap hari untuk anak usia pra-sekolah.
  • Untuk anak yang lebih dewasa, ingatkan dia untuk mengambil jeda di sela-sela waktu di mana ia harus duduk belajar atau mengerjakan tugas di depan komputer dengan berolahraga sejenak. Ia bisa bermain basket atau sepak bola sebelum kembali melanjutkan belajar.

Mencegah Obesitas pada Anak

Obesitas pada anak dapat dicegah. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat dilakukan orang tua untuk membuat tubuh anak tetap sehat dan terhindar dari obesitas:

  • Jadikan gaya hidup sehat sebagai kebiasaan di dalam keluarga. Jadwalkan berenang bersama tiap dua pekan sekali, piknik di taman, dan memasak makanan sehat bersama-sama.
  • Berikan contoh dengan mempraktikkan gaya hidup sehat secara pribadi, misalnya dengan tidak merokok, memilih makanan sehat, dan berolahraga teratur.
  • Periksakan diri secara berkala ke dokter untuk menjalani penghitungan IMT guna mendeteksi risiko obesitas, terutama jika anak Anda terlihat mengalami kelebihan berat badan.
  • Pastikan anak Anda memiliki waktu tidur yang cukup dan berkualitas. Kurang tidur merupakan faktor utama penyebab obesitas dan masalah kesehatan lainnya. Menempatkan TV di luar kamar tidur dapat membuat anak tidur lebih nyaman dan cepat. Berikut ini durasi tidur yang disarankan untuk tiap usia:

12-18 tahun: 8,5 jam per hari.

5-12 tahun: 10 hingga 11 jam per hari.

3-5 tahun: 11 hingga 13 jam per hari.

1-3 tahun: 12 hingga 14 jam per hari.

  • Ingatkan anak bahwa Anda mencintainya tanpa syarat, bagaimanapun bentuk tubuh atau apapun yang dikatakan orang lain tentangnya. Ini akan membuat anak merasa diterima dan mendorongnya untuk terbuka tentang semua masalah yang dihadapinya dan berpotensi memicu obesitas.

Mengatasi obesitas pada Anak sangat bergantung dari peran dan pola asuh orang tua dalam hidupnya. Untuk menumbuhkan motivasi dan mendorong anak untuk hidup sehat, harus dimulai dari perilaku hidup sehat orang tua. Anak yang gemuk memang tampak lucu dan menggemaskan, namun dapat menjadi berbahaya jika kondisi ini menyebabkan penyakit di kemudian hari karena obesitas tidak ditangani sedini mungkin.

Obesitas anak adalah kondisi medis serius yang bisa memengaruhi masa kecil dan juga tumbuh kembangnya. Kondisi ini juga bisa mendorong anak mengalami gangguan kesehatan ke depannya. Pastikan untuk berkonsultasi pada dokter jika anak Anda memerlukan perhatian khusus terkait berat badan. (alodokter)