Ini Lho Perbedaan Pajak dan Retribusi Daerah

– Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kabupaten , Marjuki menjelaskan tentang perbedaan daerah dan retribusi daerah agar masyarakat mengetahui dan memahaminya secara benar.

“Masih ada masyarakat yang belum memahami tentang perbedaan pajak dan retribusi daerah. Akhirnya salah pengertian menduga yang macam-macam,” kata Marjuki saat diwawancarai di Sampit, Rabu (30/10/2019).

Dijelaskannya, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sementara retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.

Retribusi muncul pungutan karena ada jasa atau pelayanan yang diberikan daerah. Artinya, pemerintah daerah berhak memungut retribusi daerah dari sektor yang di dalamnya terdapat jasa atau pelayanan yang disediakan daerah.

Kewenangan pemungutannya pun berbeda. Pemungutan pajak daerah Kotawaringin Timur merupakan kewenangan Badan Pengelola Pendapatan Daerah, sedang pemungutan retribusi daerah diserahkan kewenangannya kepada satuan organisasi terkait bidang masing-masing.

Ada 16 satuan organisasi perangkat daerah Kotawaringin Timur yang diberi kewenangan memungut retribusi daerah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki masing-masing.

Marjuki mencontohkan, pengelolaan parkir di tempat khusus seperti pusat perbelanjaan modern, hotel, tempat hiburan dan fasilitas lainnya yang menyelenggarakan parkir di area mereka sendiri, maka menjadi kewenangan Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kotawaringin Timur untuk memungut pajak daerah dari pengelolaan parkir tersebut.

Pungutan parkir ditentukan berdasarkan peraturan daerah yakni dengan besaran 10 persen dari hasil pendapatan parkir. Pengelola parkir khusus tersebut bisa menentukan tarif sendiri sesuai aturan, namun mereka wajib membayar pajak daerah sebesar 10 persen.

Pajak daerah diberlakukan dengan sistem ‘self assessment’ yakni menghitung, menetapkan dan menyetor sendiri pajak yang menjadi kewajiban mereka. Wajib pajak melapor ke Badan Pengelola Pendapatan Daerah, kemudian dikeluarkan pembayaran, kemudian wajib pajak membayar sendiri ke bank, yang selanjutnya dipindahbukukan ke kas daerah.

Pemerintah daerah bisa melakukan klarifikasi atau verifikasi jika menilai jumlah pajak yang disetorkan diduga tidak sesuai dengan pendapatan yang seharusnya dikenakan pajak daerah.

Berbeda dengan pengelolaan parkir di bahu jalan umum maupun di pasar tradisional yang difasilitasi pemerintah daerah seperti di Pusat Perbelanjaan Mentaya Sampit, pungutannya masuk kategori retribusi daerah. Pemerintah memungut karena ada jasa atau pelayanan yang diberikan pemerintah daerah atas pengelolaan parkir tersebut.

“Untuk parkir di pinggir jalan atau pasar itu bukan wewenang kami di Bappenda. Itu wewenang Dinas karena itu bukan pajak daerah, melainkan retribusi daerah. Kami di Bappenda hanya mengurusi yang sifatnya masuk kategori pajak daerah,” jelas Marjuki.

Marjuki menegaskan pihaknya terus melakukan pembenahan pengelolaan pendapatan daerah. Selain memangkas birokrasi agar wajib pajak semakin berminat, pihaknya juga berupaya tidak ada lagi pembayaran tunai kepada petugas untuk menghindari terjadinya penyimpangan. (ant/ari)