Karya: Rahmi Nurfitriana
Balanganews.com – Di bawah pohon beringin tua di halaman sebuah sekolah, Ana duduk diam, memandangi daun-daun yang berguguran diterpa angin. Udara sore itu terasa sejuk, tetapi hati Ana sedang resah. Seperti daun-daun yang jatuh, ia merasa hidupnya perlahan runtuh.
“Kenapa diam saja?” tanya Rani, sahabatnya, yang duduk di sebelah.
Ana mendesah. “Aku gagal lagi. Nilai ujian masuk universitas tidak cukup. Aku merasa seperti daun-daun ini, Rani, jatuh dan hilang.”
Rani mengambil satu daun yang baru saja mendarat di pangkuannya. Daun itu sudah menguning, tetapi masih memiliki serat-serat indah yang terlihat jelas. “Ana, tahu nggak? Daun-daun ini jatuh bukan karena mereka gagal, tapi karena sudah waktunya. Dan saat mereka jatuh, mereka memberi ruang bagi daun baru untuk tumbuh. Aku rasa hidup kita juga seperti itu.”
Ana mengangkat wajahnya, menatap daun di tangan Rani. “Tapi aku tetap tidak tahu harus mulai dari mana. Semua terasa berat.”
Rani tersenyum lembut. “Tahu nggak? Daun yang jatuh tidak langsung hilang begitu saja. Mereka membusuk menjadi pupuk, memberi kehidupan baru untuk pohon itu. Gagal itu bukan akhir, Ana. Mungkin sekarang kamu merasa jatuh, tapi mungkin inilah caramu menjadi pupuk untuk dirimu sendiri, biar nanti kamu tumbuh lebih kuat.”
Ana terdiam, memikirkan kata-kata itu. Ia menatap daun-daun yang berserakan di tanah. Beberapa diinjak-injak, beberapa tertiup angin lebih jauh. Namun, semua itu menjadi bagian dari siklus alam.
“Aku hanya takut, Rani. Takut kalau aku nggak bisa bangkit lagi.”
Rani memeluk Ana dengan lembut. “Kita semua pernah takut, Ana. Tapi, kalau pohon ini tidak pernah kehilangan daunnya, dia juga nggak akan bisa tumbuh besar dan kuat seperti sekarang. Kita cuma perlu waktu untuk bangkit. Kamu akan menemukan caramu sendiri.”
Sore itu berlalu dengan keheningan yang bermakna. Ana mulai merasakan ketenangan. Mungkin, jatuh tidak selalu berarti akhir. Seperti daun-daun yang jatuh, ia hanya perlu waktu untuk menjadi bagian dari perjalanan hidupnya sendiri.
Kesan:
Cerita ini mengajarkan bahwa kegagalan adalah bagian dari kehidupan yang harus diterima dengan lapang dada. Tidak ada yang abadi, termasuk rasa sakit. Dengan menerima kegagalan, kita memberi diri sendiri kesempatan untuk tumbuh dan menjadi lebih kuat.
Pesan:
Seperti daun yang jatuh untuk memberi ruang bagi daun baru, kegagalan bukanlah akhir, melainkan awal dari peluang baru. Jangan takut untuk jatuh, karena setiap jatuh adalah bagian dari proses kehidupan yang membawa kita pada versi terbaik dari diri kita.