Manisnya Ceruk Pasar oleh Wayan Supadno Pak Tani

Wayan Supadno

BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Ceruk pasar arti gramatikalnya begitu aplikatifnya ke berbagai hal tentang pemasaran.

Definisinya hingga meluas karena pemanfaatan teori itu bisa di banyak tempat maupun manfaatnya. Hingga tiada habisnya jadi bahasan dunia pemasaran.

Ada yang mengatakan itu hasil rekayasa strategi pemasaran, ada yang mengatakan bagian dari segmentasi pasar, ada pula yang mengaitkan produk terhadap sempitnya pangsa pasar tapi dalam jadinya banyak juga dan seterusnya.

“Kali ini saya mau mengaitkan produk tertentu yang patut jadi pertimbangan sahabat petani dalam menentukan sikap berinvestasi atau memodali suatu usaha agribisnis. Agar mudah maka langsung saja pada contoh konkretnya, yang pertama, seorang Kepala Sekolah SD di Lampung Utara. Sejak jadi Guru (ASN) mungkin hingga saat ini putra putrinya pada lulusan pasca sarjana hanya menanam gambas dan pare saja. Lebih mengharukan lagi karena organik, kebetulan pelanggan Hormax dan Bio Extrim produk formula saya. Kalau dipikir hanya berapa orang dari masyarakat yang memasak gambas dan pare, tapi nyatanya puluhan tahun bisa hidup sehat bahagia berkecukupan menuntaskan putra putrinya lulusan pascasarjana. Mencukupi semuanya dan dikerjakan di luar jam dinasnya,” tutur Pak Wayan.

Yang kedua, lanjutnya, seorang sahabat dari Kalbar mengabarkan ke dirinya bahwa saudara dekatnya hanya punya 10 pohon jengkol usia belasan tahun. Tapi hasilnya tidak kurang dari 4000 kg/tahun. Padahal harganya saat ini Rp 20.000/kg di Petani. Terendah Rp 8.000/kg. Praktis dapat omset Rp 80 juta/tahun hanya 10 pohon saja.

Padahal kalau dipikir hanya berapa persen masyarakat yang memasak jengkol, pasti tidak banyak. Tapi karena skalanya luas butuhnya jadi banyak juga. Bahkan tak jarang harga Jengkol di Jakarta dan kota besar sekitar Rp 80.000/kg pada end user. Inilah yang jarang dianalisa oleh sahabat petani.

“Lalu saya coba menganalisa, andaikan jarak tanam 9 x 9 mtr, artinya populasinya 130 pohon /ha. Maka potensi omsetnya 130 pohon x 400 kg x Rp 10.000/kg = Rp 540 juta/ha/tahun. Anggap saja hanya 100 pohon yang normal maka setara omsetnya 40.000 kg/ha/tahun setara Rp 400 juta/ha/tahun. Selamat menganalisa dan memenuhi maunya ceruk pasar,” tambahnya. (tim)