BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, menuai tanggapan beragam dari berbagai elemen masyarakat di Kalimantan Tengah (Kalteng).
Gerakan Pemuda Dayak (Gerdayak) Indonesia secara tegas menyatakan dukungan terhadap usulan tersebut.
Ketua Umum Gerdayak Indonesia, Yansen Binti, menilai Soeharto memiliki jasa besar bagi bangsa Indonesia sejak masa perjuangan hingga masa pembangunan nasional.
“Kami mendukung Bapak Soeharto sebagai pahlawan nasional karena beliau sangat berjasa kepada Republik Indonesia, sejak masa revolusi kemerdekaan hingga masa pembangunan,” kata Yansen dalam keterangan resmi, Minggu (9/11/2025).
Yansen menambahkan, kiprah Soeharto di masa mudanya juga patut dikenang karena turut berjuang dalam perang gerilya dan memainkan peran penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, yang menjadi momentum strategis bagi pengakuan kedaulatan Indonesia di mata dunia.
“Selama menjabat sebagai presiden, Bapak Soeharto juga berhasil melaksanakan berbagai program pembangunan terencana melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” lanjutnya.
Menurut Yansen, keberhasilan Soeharto tercermin dari capaian swasembada beras pada 1980-an, program Keluarga Berencana (KB), serta stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan yang terjaga selama pemerintahannya.
“Ketika kita menghargai jasa kepahlawanan seseorang, jangan dilihat dari perbedaan politik atau kepentingan apapun, kecuali kepentingan bangsa dan negara. Terlepas dari kekurangan dan kekeliruan seseorang manusia, yang pasti semua manusia tak ada yang sempurna,” ujar Yansen.
Sementara itu, pandangan berbeda disampaikan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Tengah (Kalteng).
Wakil Ketua Bidang Sosial dan Lingkungan DPD GMNI Kalteng, Enrico Rafael Siahaan, menilai bahwa usulan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan langkah yang tidak tepat jika meninjau sejarah secara utuh.
“Usulan pemberian gelar pahlawan pada Presiden ke-2 Republik Indonesia yang diajukan oleh Kementerian Sosial merupakan hal yang sangat tidak tepat,” ujar Enrico, dalam keterangannya, Sabtu (9/11/2025).
Ia mengingatkan pentingnya memahami sejarah secara benar dan bijak dalam menetapkan gelar kepahlawanan.
Menurut Enrico, meski Soeharto memiliki jasa besar dalam bidang pembangunan ekonomi dan kedaulatan pangan, namun tidak bisa diabaikan bahwa mantan presiden itu juga meninggalkan catatan kelam terkait kasus korupsi, kolusi, nepotisme, dan pelanggaran HAM terhadap aktivis pada masa pemerintahannya.
“Jika memperhatikan sejarah hanya dari hal positifnya saja tanpa memperhatikan hal negatifnya, hal tersebut sama dengan tidak adil,” tegasnya.
Enrico juga mengingatkan agar proses pemberian gelar tidak sarat kepentingan politik.
“Jangan ada unsur nepotisme dalam menentukan pemberian gelar. Seperti penyampaian Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri ESDM RI yang akan menyampaikan hal ini langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, hal ini mengindikasikan adanya unsur kepentingan,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan mengutip pesan sejarah dari Presiden Soekarno.
“Sekali lagi, Jas Merah — Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, apalagi meniadakan sejarah itu sendiri demi memperbaiki nama yang telah merenggut hajat hidup masyarakat Republik Indonesia,” pungkas Enrico.










