BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Rahmadi G Lentam yang merupakan Koordinator tim advokasi pasangan calon (Paslon) 2 Sugianto Sabran-Edy Pratowo menyebut permohonan gugatan paslon 1 Ben-Ujang ke Mahkamah Kostitusi (MK) tidak jelas alias kabur.
“Permohonan mereka tidak jelas karena mencampuradukkan posita permohonannya dengan petitum yang terkait dengan kewenangan lembaga lain,” tegas Rahmadi G Lentam saat dihubungi BALANGANEWS.COM via seluler, Jumat (25/12/2020).
Dijelaskan Rahmadi, posita dan petitum permohonan harus sejalan. “Posita adalah rumusan dalil dalam surat gugatan, sedangkan Petitum adalah apa yang diminta atau diharapkan oleh penggugat agar diputus oleh hakim, petitum harus berdasarkan hukum dan harus didukung pula oleh posita,” terang dia.
Kemudian, lanjutnya, dalam permohonan pemohon (Ben-Ujang-red) tidak ada penggambaran atau kejelasan dimana letak kesalahan rekapitulasi termohon dalam hal ini KPU Provinsi Kalteng, yang benar bagaimana, juga tidak ada penjelasan, kata dia.
“Permohonan itu saya nilai semata-mata hanya membangun narasi dan ilusi kecurangan seolah-olah terjadi gejolak yang mencekam di tengah masyarakat Kalteng, buktinya kan tidak ada gejolak apapun di provinsi Kalteng,” ungkapnya dengan nada bertanya.
Rahmadi juga menilai permohonan pemohon tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dalam memeriksa dan mengadili syarat formal pengajuan sengketa hasil pilkada ke MK.
UU tersebut, menurut Rahmadi, mengamanatkan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dengan ambang batas 1,5 persen dari total suara sah, sedangkan selisih perolehan suara untuk Pilgub Kalteng bagi paslon 2 Sugianto-Edy di atas 3 persen.
“Selisih suara yang diperkenankan Undang-undang itu 1,5 persen dari hasil total suara sah, kalau lebih dari itu namanya bertentangan dengan pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada,” sebut dia.
Rahmadi juga menjelaskan, MK memiliki kewenangan yang sudah diatur oleh Undang-undang untuk menangani perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), baik Gubernur, Walikota dan Bupati. Diluar perkara PHPU, sudah ada lembaga lain yang menangani, baik Bawaslu, Sentra Gakumdu dan DKPP.
“Dalam posita permohonan pemohon disebutkan 15 poin yang sebenarnya bukan ranah MK untuk menanganinya. Contohnya dalam hal penyelenggaran ada KPU, dalam hal dugaan kecurangan yang menyangkut administrasi pemilihan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) menjadi domain Bawaslu sesuai perbawaslu No 9 2020, kalau menyangkut pelanggaran pemilihan itu perbawaslu No 8 2020,” papar dia.
Rahmadi menyebut masing-masing lembaga sudah diberikan mandat untuk menangani persoalan Pilkada. Rahmadi berpendapat harusnya gugatan disampaikan ke Bawaslu untuk mendapatkan rekomendasi terbukti atau tidak terbukti.
“Jika ada dugaan kecurangan yang mengarah kepada tindak pidana pelanggaran pemilu, seperti intimidasi dan lainnya maka Bawaslu akan meneruskan ke sentra Gakumdu untuk proses lebih lanjut. Kalau ada dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara Pemilu maka domainnya adalah DKPP, ini harus dipahami,” beber Rahmadi.
Ditanya berapa persen ekspektasi paslon 1 Ben-Ujang atas permohonannya ke MK, Rahmadi G Lentam menjawab tegas peluangnya zero alias nol persen. “Kalau posita permohonannya tidak nyambung dengan petitumnya, maka saya yakin permohonan mereka ditolak,” tutup Rahmadi G Lentam. (nor)