LBH Palangka Raya: Kebebasan Mengemukakan Pendapat Dibungkam

LBH2
Foto: Ketua LBH Palangka Raya, Aryo Nugroho

BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Beberapa waktu lalu sejumlah mahasiswa Kota Palangka Raya yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Merdeka (GERAM), mengelar aksi didepan Kantor Gubernur Kalimantan Tengah dalam rangka evaluasi kinerja tiga tahun.

Terkait dengan hal itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya, Aryo Nugroho menjelaskan, ada 9 sembilan tuntutan dalam aksi tersebut untuk Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah (Kalteng) yaitu, menuntut Gubernur dan Wakil menyelesaikan visi-misi, janji politik yang diberikan bagi masyarakat Kalimantan Tengah, menuntut Pemda Kalteng harus lebih serius mensejahterakan masyarakat Kalteng, menuntut Pemda Kalteng mewujudkan infrastruktur dan aksesbelitas penghubung antar Kabupaten Kota Kalteng, mendesak Pemda Kalteng untuk dapat mengatasi masalah banjir.

Sambungnya, menuntut Pemda Kalteng melakukan Reformasi birokrasi yang berintegritas terhadap hak-hak tenaga kontrak, menuntut Pemda Kalteng medesak DPRD untuk menyuarakan tentang RKUHP, RUU Sikdiknas dan RUU Masyarakat Adat, menuntut Pemda Kalteng untuk mengeluarkan regulasi soal tambang rakyat, menuntut Pemda Kalteng mempunyai daya saing sumber daya manusia dalam hal pendidikan dan kesehatan, dan menuntut Pemda Kalteng untuk menyelesaikan permasalahan Food Estate.

Aryo membeberkan, mengemukakan pendapat merupakan hak asasi manusia yang wajib dijamin dan dilindungi oleh Pemerintah melewati Undang-Undang (UU), seperti yang diatur dalam UUD 1945, Pasal 28 E Ayat (3), yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Selain itu, UU No. 26 tahun 1999 tentang Kemerdekaan Pendapat Dimuka Umum, Pasal 1 Ayat (1) Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UU N0.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 25, yaitu setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum juga diatur pada Pasal 29 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Universal Declaration Of Human Rights 1948) dan Pasal 19 Konvenan Internasional Hak Sipil Dan Politik 1966 (International Convenant On Civil And Political Rights 1966).

“Sangat disayangkan ada sejumlah orang yang melaporkan aksi dari Geram ini kepihak Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah dengan tunduhan aksi tersebut telah menghina lambang Negara,” ujar Aryo.

Ia mengatakan, pengaturan tentang lambang Negara diatur dalam UU No. 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, Pasal 1 Ayat (3), yaitu Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

“Persoalan muncul karena kertas yang ada gambar Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dalam topinya bergambar Garuda, terbakar. Menjadi sebuah pertanyaan apakah maksud foto Garuda dalam topi Gubernur dan Wakil Gubernur tersebut merupakan lambang Negara? sebagaimana yang diatur dalam UU No.24 tahun 2009,” tanyanya.

Ditegaskannya, pada Pasal 51 hingga Pasal 56 pengaturan soal pengunaan lambang Negara tidak dimaksudkan dalam apa yang dituduhkan oleh para pelapor. Selain itu, kata Aryo, pelapor juga menyebutkan disejumlah media bahwa aksi dari GERAM  telah melanggar ketentuan dalam Pasal 207 dan 154 huruf a KUHP.

“Putusan Mahkamah Konstitusi No. 013-022/PUU-IV/2006, MK dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa terkait pemberlakuan Pasal 207 KUHP, penuntutan hanya dilakukan atas dasar pengaduan dari penguasa. Jadi, apabila pemerintah yang dihina tersebut tidak mengadukan kasus penghinaan ini maka tidak dapat dipidana. Sedangkan Pasal 154 KUHP sudah tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-V/2007,” jelasnya.

“Bahwa atas peristiwa ini kami berpendapat bahwa laporan kepada Polda Kalimantan Tengah terkait aksi GERAM pada tanggal 25 Oktober 2022 tersebut merupakan sebuah laporan yang tidak mendasar dan ditujukan untuk membungkam mahasiswa ataupun masyarakat Kalimantan Tengah yang ingin mengemukakan pendapatnya dimuka umum. Hal ini sangat membahayakan bagi ruang demokrasi dan perlidungan terhadap tegaknya hak asasi manusia di Provinsi Kalimantan Tengah,” tegas Aryo.

Untuk itu katanya, pihaknya dari Lembaga Bantuan Hukum Palangka Raya menyatakan sikap, yaitu mendesak Gubernur Kalimantan Tengah dan Wakilnya untuk segera memenuhi aspirasi yang telah dituntut oleh peserta aksi GERAM, tanggal 25 Oktober 2022.

“Kami juga mendesak Polda Kalimantan Tengah untuk tidak memproses laporan yang sudah diadukan karena tidak mendasarkan kepada hukum yang berlaku, meminta Komisi Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) untuk memantau kasus ini karena sangat berpotensi kuat terjadi pelanggaran HAM dalam hal kemerdekaan mengemukakan pendapat dimuka umum,” tegasnya.

Dan juga meminta kepada seluruh pihak untuk menghentikan cara-cara itimidasi ataupun dengan maksud menghalang-halangi hak seseorang ataupun kelompok dalam upanya memberikan pendapat dimuka umum, Mendukung apa yang telah dilaksanakan oleh GERAM dalam hal penyampaian aspirasi kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah. (asp)