BALANGANEWS, YOGYAKARTA – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerbitkan surat edaran Nomor 02/EDR/I.0/E/2020 tentang tuntunan ibadah dalam kondisi darurat Covid-19. Hal itu sesuai dengan fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dapat menjadi panduan bagi warga dan institusi dalam Muhammadiyah untuk bersatu memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Surat edaran itu dikeluarkan menyusul merebaknya Covid-19 yang semakin mengancam kehidupan manusia di berbagai Negara khususnya di Indonesia, bahkan virus ini telah banyak memakan korban dari ratusan hingga ribuan orang meninggal dunia di sejumlah Negara. Penyebaran terjadi sangat cepat dikarenakan penularannya yang sangat mudah.
“Pimpinan Pusat Muhammadiyah merasa perlu untuk menindaklanjuti serta menyempurnakan Surat Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/MLM/I.0/H/2020 tentang wabah Covid-19 dan Nomor 03/I.0/B/2020 tentang penyelenggaraan Sholat Jumat dan Fardhu berjamaah saat terjadi wabah Covid-19,” jelas Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam keterangan tertulis belum lama ini.
Dikatakan Abdul Mu’ti, dalam rangka melaksanakan hal demikian sesuai arahan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Majelis Pembina Kesehatan Umum Muhammadiyah, Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) mengadakan rapat bersama, Sabtu, 21 Maret 2020 dan menetapkan beberapa keputusan.
Keputusan itu dengan mempertimbangkan dalil-dalil dalam Al-Quran dan As-Sunnah Al-Maqbulah yang dipahami sesuai dengan Manhaj Tarjih berpedoman pada nilai-nilai dasar ajaran Islam. Nilai-nilai yang dimaksud adalah, pertama keimanan kepada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Adil serta Maha Rahman dan Rahim bahwa apapun yang menimpa manusia tidak lepas dari kehendak Allah Yang Maha Kuasa (QS. Al-Hadid [57]: 22-23). Kedua, keimanan bahwa Allah Yang Maha Rahman dan Rahim menuntunkan kepada manusia bahwa dalam menjalani kehidupan agar manusia selalu optimis dan menghindari putus asa. Sikap cepat putus asa itu bukan merupakan sikap orang mukmin melainkan merupakan ketiadaan iman (QS. Al-Hijr [15]: 56 dan Yusuf [12]: 87). Ketiga, keimanan bahwa ajaran Islam itu diturunkan dengan tujuan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta (QS. Al-Anbiya [21]: 107).
“Apabila kondisi mewabahnya Covid-19 tidak mengalami penurunan, sholat tetap dilakukan di rumah masing-masing dan takmir tidak perlu mengadakan sholat berjamaah di masjid, mushola dan sejenisnya. Termasuk kegiatan ramadhan yang lain seperti ceramah-ceramah, tadarus, itikaf dan kegiatan berjamaah lainnya.” Jelas Mu’ti.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pihaknya memberi pengecualian terhadap petugas medis yang bertugas merawat pasien Covid-19. Pengecualian itu adalah anjuran untuk tidak berpuasa saat bertugas namun tetap menggantinya sesuai dengan tuntutan syari’at.
Berkenaan dengan perayaan Idul Fitri di tengah pandemik Covid-19, masyarakat tetap dianjurkan untuk berada di rumah. Begitu pula dengan rangkaian mudik, pawai takbir, halalbihalal juga tidak perlu untuk diselenggarakan.
“Namun apabila berdasarkan ketentuan pihak berwenang Covid-19 sudah mereda dan dapat dilakukan konsentrasi banyak orang, maka dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan petunjuk dan ketentuan yang dikeluarkan berkenaan dengan hal tersebut.” Imbuh Mu’ti. (adi/rmi)