Polda Kalteng Tangkap Pelaku Penyebar Ujaran Kebencian di Bali

Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Hendra Rochmawan (kanan) berbincang dengan AS pelaku penyebar ujaran kebencian di media sosial di sela-sela jumpa pers di Mapolda setempat, Senin (24/2/2020)

, -Jajaran Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Tengah, menangkap seorang pelaku penyebar di yang diketahui berinisial AS (26). Pelaku berjenis kelamin laki-laki asal Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur ditangkap di Denpasar, Bali.

“Pelaku penyebar kebencian melalui akun Adis Ashter itu ditangkap di Denpasar Bali, Jumat (21/2/2020), tanpa ada perlawanan sedikit pun,” kata Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Hendra Rochmawan di Palangka Raya, Senin (24/2/2020).

Dia mengatakan, ujaran kebencian yang mengarah ke suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) disebarkan oleh pelaku berkaitan dengan dengan kasus pengeroyokan yang dilakukan oleh oknum Persatuan Setia Hati Terate (PSHT), terhadap salah seorang warga di Kabupaten Kotawaringin Timur beberapa waktu lalu.

Apalagi yang bersangkutan (pelaku) ditangkap karena berkaitan dengan tindak pidana kasus perkara Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), karena telah menyebar ujaran kebencian yang mengarah ke SARA terhadap salah satu suku di daerah setempat.

“Perbuatannya itu pelaku dikenakan tindak pidana kasus perkara ITE, karena menyebar ujaran kebencian di media ,” katanya.

Hendra menuturkan, ujaran kebencian yang di posting tersangka di akun fecabooknya itu berawal dari adanya postingan seseorang yang menuntut pembubaran PSHT dan pengeluaran oknum yang melakukan pengeroyokan.

Menanggapi postingan itu, pelaku yang mengaku dirinya merupakan anggota PSHT langsung beraksi dengan membuat postingan yang isinya mengarah pada kebencian. Ujaran kebencian yang diposting tersebut, karena dirinya mengaku tidak terima adanya tuntutan pembubaran PSHT yang dilontarkan oleh beberapa oknum masyarakat.

“Awal dari pada kronologisnya, di mana yang bersangkutan itu memposting ujaran kebencian sebanyak tiga kali, yakni pada 12 dan 13 Februari 2020. Pada intinya pelaku emosi dan protes terkait tuntutan pembubaran PSHT, tetapi caranya salah dengan membuat ujaran kebencian di ,” katanya.

Atas perbuatannya itu, pelaku yang bekerja sebagai buruh serabutan tersebut dikenakan Pasal 28 ayat 2, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan hukuman kurungan penjara maksimal enam tahun.

“Pelaku yang sudah kami tetapkan sebagai tersangka mengakui perbuatannya. Apa yang dipostingnya di media sosial juga diakuinya bisa membahayakan, khususnya untuk keamanan dan ketertiban di Kalteng karena sudah menyangkut SARA bahkan menyebutkan orang tertentu serta lain sebagainya,” demikian perwira berpangkat melati tiga tersebut. (ant/ari)