Cabjari Palingkau Tetapkan Tersangka Terkait Korupsi

Kepala Cabjari bersama tim saat melakukan pemeriksaan di rumah tersangka
Kepala Cabjari bersama tim saat melakukan pemeriksaan di rumah tersangka

BALANGANEWS, KUALA KAPUAS – Jaksa Penyidik Cabjari Palingkau, menggelar perkara dalam kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) pungutan terhadap kepala desa Dadahub terjadi pembuatan surat pernyataan tanah.

Gelar perkara dalam kasus pembuatan SPT di Desa Dadahub Kecamatan Dadahub Kabupaten Kapuas pada tahun 2018 hingga 2021, yang menemui titik terang itu, langsung dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kapuas, Arif Raharjo, SH., MH dan diikuti para Kasi Kejari Kapuas.

Dari hasil gelar perkara saat dikonfirmasi, Kepala Cabjari Palingku Amir Giri Muryawa mengatakan bahwa dengan tiga alat bukti yang cukup, menetapkan kepala desa (Kades) Dadahub berinisial GS sebagai tersangka.

“Dari gelar perkara yang kami lakukan di kantor Kejari Kapuas, dan barang bukti alat bukti keterangan Saksi, alat bukti keterangan Ahli, dan alat bukti petunjuk. Kami menetapkan GS sebagai tersangka,” katanya, Kamis (2/12/2021).

Lanjutnya lagi bahwa dengan alat bukti yang cukup tersebut mengkerucut kepada salah satu orang yang dianggap paling bertanggung jawab pada masalah ini yaitu GS sebagaI Kepala Desa Dadahup.

“Tersangka ini disangkaan melanggar Pasal 11 atau Pasal 12 huruf e UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” terangnya.

Sebelumnya bahwa terungkapnya kasus tersebut pada bulan Oktober 2021 ada laporan masyarakat tentang dugaan tindak pidana gratifikasi di Pemerintah Desa Dadahup dalam pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT) oleh masyarakat. Dimana ada salah satu masyarakat yang merasa keberatan karena harus membayar uang sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) dalam hal pembuatan Administrasi SPT tersebut.

“Namun dengan berat hati masyarakat tersebut rela membayarnya dan diserahkan langsung kepada GS pada bulan Desember 2018 dengan syarat dibuatkan kwitansi pembayaran oleh GS dan ditandatangani di atas materai serta dicap stempel Kepala Desa Dadahup. Dengan bekal bukti kwitansi tersebut, akhirnya GS dilaporkan kepada Jaksa Penyidik Cabjari Palingkau. Setelah dilakukan penyelidikan selama kurang dari 1 (satu) bulan,” terangnya.

Lanjut Amir ditemukan fakta bahwa modus GS membuat dan menetapkan Peraturan Desa tentang Pungutan Desa. Namun Perdes tersebut ternyata cacat hukum dikarenakan mekanisme penetapan Perdes tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi di atasnya yaitu Permendagri Nomor 114 tahun 2014, Permendesa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 1 tahun 2015 dan Perbup Kapuas Nomor 4 tahun 2018.

“Selain itu GS juga telah menerbitkan SPT sebanyak 363 SPT sepanjang tahun 2018 sampai dengan tahun 2021. Dari 363 SPT tersebut dilakukan pungutan desa yang bervariasi yaitu sebelum diterbitkan Perdes tersebut masyarakat harus membayarnya sebesar Rp. 250.000/SPT. Setelah Perdes tersebut ditetapkan pada tanggal 17 September 2021 GS mematok biaya pembuatan SPT tersebut sebesar Rp. 750.000/SPT untuk lahan usaha dan sebesar Rp. 500.000/SPT untuk lahan pekarangan. Total keseluruhan penerimaan pungutan tersebut sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2021 sebesar Rp. 253.250.000,” jelasnya. (put)