BALANGANEWS.COM – Sejarah Hari Pahlawan berawal saat pemerintah mengeluarkan perintah untuk mengibarkan bendera putih di seluruh wilayah Indonesia mulai tanggal 1 September 1945.
Tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta dan berencana menuju Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945.
Kehadiran mereka bertujuan untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.
Namun, tentara Inggris yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI), membonceng Netherlands Indies Civil Administration (NICA), dengan misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negara jajahan.
Tindakan tersebut menimbulkan pergolakan rakyat Indonesia, sehingga memicu timbulnya gerakan perlawanan terhadap AFNEI dan NICA.
Peristiwa Hotel Yamato
Sebelumnya, pada tanggal 18 September 1945 tepat pukul 21.00 di Surabaya, sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) tanpa persetujuan pemerintah setempat.
Keesokan harinya, para pemuda yang melihat bendera tersebut berkibar di atas Yamato Hoteru/Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit), menjadi marah karena menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia.
Para pemuda Surabaya protes dengan berkerumun di depan Hotel Yamato. Mewakili Indonesia, Soedirman yang didampingi Sidik dan Hariyono akhirnya menemui Mr. Ploegman.
Mereka meminta agar bendera Belanda diturunkan dari Hotel Yamato, akan tetapi Ploegman menolak dan mengeluarkan pistol miliknya.
Perkelahian pun terjadi. Sidik mencekik leher Ploegman hingga tewas, namun ia juga terbunuh oleh tentara Belanda yang mendengar tembakan pistol Ploegman.
Soedirman berlari ke luar hotel sementara Hariyono naik ke atas hotel bersama Koesno Wibowo untuk menurunkan bendera Belanda.
Mereka berhasil merobek bagian biru bendera Belanda dan kembali menaikkannya ke puncak tiang sebagai bendera Merah Putih.
Tewasnya Jenderal Mallaby
Setelah peristiwa tersebut terjadi, situasi sempat mereda. Namun, tidak berselang lama, bentrokan kembali mencuat.
Pada tanggal 30 Oktober 1945, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur yakni Brigadir Jenderal Mallaby melewati Jembatan Merah dan berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia.
Terjadi kesalahpahaman yang berujung dengan peristiwa tembak menembak yang menewaskan Brigadir Jenderal Mallaby dan meledakkan mobil Mallaby, sehingga jenazah Mallaby sulit dikenali.
Kematian Jenderal Mallaby ini menjadi puncak penyebab terjadinya peristiwa 10 November. Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh yang menjadi pengganti Mallaby, meminta Indonesia menghentikan perlawanan terhadap AFNEI dan NICA serta menyerahkan diri beserta seluruh senjata hingga pukul 06.00 pagi.
Ultimatum tersebut tentu ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan Republik Indonesia telah berdiri sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan pasukan negara juga telah dibentuk.
Akibatnya, terjadilah pertempuran tentara Inggris dengan pasukan dan milisi Indonesia pada tanggal 10 November 1945.
Hingga akhirnya warga Surabaya termasuk masyarakat sipil dan para santri turut berperang di bawah pimpinan Bung Tomo, KH. Hasyim Asy’ari, dan KH. Wahab Hasbullah.
Belasan Ribu Orang Tewas
Peristiwa 10 November tersebut berlangsung hampir tiga minggu lamanya, sampai medan perang Surabaya mendapat julukan “neraka” karena banyaknya korban berjatuhan dan kerugian yang diderita.
Sekitar 16.000 rakyat Surabaya dan 2.000 pihak Inggris tewas dalam pertempuran. Sebanyak 200.000 rakyat sipil harus mengungsi dari Surabaya.
Banyaknya pejuang dan rakyat Surabaya yang gugur dalam pertempuran, membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 tentang penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Surabaya yang menjadi lokasi terjadinya serangan besar-besaran tersebut juga mendapatkan penghormatan dan dijuluki sebagai Kota Pahlawan.
Meskipun kalah dan menewaskan banyak warga, perjuangan Indonesia dalam pertempuran tersebut menarik perhatian internasional.
Belanda tidak lagi memandang Indonesia sebelah mata dan Britania mendukung perjuangan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Peringatan 10 November menjadi momen penting untuk mengenang perjuangan para tentara Indonesia yang gugur dan masyarakat Surabaya yang disebut “pasukan berani mati” karena sebenarnya mereka belum mengerti menggunakan senjata namun harus berperang membela negara.
Demikianlah penjelasan mengenai sejarah Hari Pahlawan dan pertempuran Surabaya yang terjadi pada 10 November 1945. (Indozone/ari)