BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Koalisi Masyarakat Solidaritas untuk Bangkal mengajukan surat protes ke Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya dan Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya.
Protes diajukan karena Majelis Hakim yang menyidangkan kasus pembunuhan Alm Gigik membiarkan penasehat hukum terdakwa tidak mengenakan toga atau atribut persidangan saat sidang berlangsung, Kamis (18/4/2024).
“Bagaimana kami bisa percaya jika persidangan ini bisa membuahkan keadilan bagi keluarga korban jika ada pelanggaran namun dibiarkan terjadi di saat sidang sedang berjalan,” kata Penasihat Hukum Alm Gijik, Sandi Jaya Prima Saragih.
Ia menjelaskan, Toga sebagai atribut persidangan bagi penasehat hukum adalah wajib dalam proses persidangan pidana, terkecuali yang melibatkan anak. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang 8 Tahun 1981 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal 230 Ayat (2) dan Pasal 231 Ayat (1).
Serta dikuatkan dengan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 4 Ayat (2).
“Namun pada kenyataannya seperti kita ketahui bersama selama proses persidangan berjalan majelis hakim tidak pernah melakukan teguran terhadap penasehat hukum terdakwa Anang Tri Wahyu Widodo, yang seluruhnya tidak mengenakan toga semasa persidangan,” ujar Sandi.
Sandi menuturkan, perbuatan penasehat hukum pihaknya nilai sebagai bentuk pelecehan terhadap ketentuan yang diatur dalam KUHAP dan terhadap institusi peradilan.
Seharusnya, tegas Sandi, selaku Majelis Hakim yang telah mengetahui ataupun dianggap tahu tentang peraturan ini melakukan tindakan dan tidak membiarkannya.
“Karena hal tersebut kami dari Solidaritas Untuk Bangkal yang peduli dan terlibat dalam pengawalan kasus mengajukan surat protes yang ditujukan ke Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya dan Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya dan ditembuskan ke Mahkamah Agung, Badan Pengawas Mahkamah Agung serta Komisi Yudisial, pada hari Kamis, 18 April 2024,” ucapnya.
Pihaknya mendesak Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya dan Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya berdasarkan kewenangannya untuk memeriksa Majelis Hakim yang diduga kuat melakukan pembiaran terhadap penasehat hukum melanggar ketentuan yang diatur dalam KUHAP.
“Selanjutnya kami juga mendesak Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya dan Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya melakukan tindakan yang semestinya terhadap Majelis Hakim yang bersangkutan jika terbukti melakukan pembiaran,” tandasnya. (asp)