BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Majelis Hakim memvonis Iptu ATW terduga penembak warga desa Bangkal, Kabupaten Seruyan 10 bulan penjara. Vonis ini dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Senin (10/6/2024).
Majelis hakim yang di ketuai oleh Muhammad Affan, dan Sri Hasnawati serta Yudi Eka Putra sebagai anggota menjatuhkan vonis hukuman penjara 10 bulan dipotong masa tahanan.
Terkait dengan hal itu, Penasehat Hukum (PH) Korban yang juga Direktur LBH Palangka Raya, Aryo Nugroho menilai, bahwa putusan Pengadilan Palangka Raya atas peristiwa penembakan tersebut telah mencoreng cita-cita Negara Hukum karena putusan tidak membawa keadilan bagi korban dan keluarga korban.
“Putusan ini juga kami nilai sebagai ancaman demokrasi bagi masyarakat yang ingin menuntut hak konstitusinya, karena tidak memberi efek jera bagi pelaku pembunuhan atau pada kasus-kasus yang lain kedepannya,” ujarnya.
Aryo menuturkan, putusan ini memang tidak mengagetkan bagi pihaknya, karena sejak awal saat kasus ini mulai diumumkan oleh Polda Kalteng, perihal pelaku penembakan, tersangka dijerat dengan Pasal 351, 359 dan 360 KUHPidana.
“Pasal inipun diaminkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalteng sebagai Dakwaan,” ujarnya.
LBH Palangka Raya dan Koalisi, tambah Aryo, telah mengirimkan surat kepada Kejaksaan Tinggi untuk memasukan Pasal 340 Jo 338 KUHPidana, karena pelaku melakukan penembakan dengan sengaja dan hal ini terungkap dalam fakta persidangan serta diakui oleh terdakwa.
“Namun surat kami tersebut tidak digubris oleh pihak Kejaksaan,” bebernya.
Pada proses pembacaan tuntutan lebih membuat terang penanganan kasus ini, dimana Jaksa hanya menuntut terdakwa 1 tahun penjara.
Jaksa dalam hal ini, kata Aryo, tidak ubahnya sebagai penasehat hukum/pembela terdakwa karena dalam dalil tuntutan menyatakan pihak keluarga korban telah menerima santunan dari Rp70 Juta hingga Rp100 Juta, dan telah ada sidang adat sehingga terdakwa dituntut hanya 1 tahun.
“Aneh bin Ajaib, karena faktanya santunan tersebut bukan dari Terdakwa namun dari pihak lain. Lebih saktinya lagi pertimbangan soal santunan juga digunakan oleh Majelis Hakim untuk memvonis Terdakwa 10 bulan penjara lebih rendah dari tuntutan Jaksa,” jelasnya.
Selain itu, Aryo menduga, Putusan dari Majelis Hakim Nomor 55/Pid.B/2024/PN Plk, ini merupakan bagian dari skenario untuk memvonis ringan pelaku dan putusannya untuk menutup kasus.
“Mengapa demikian walaupun putusan lebih rendah dari tuntutan jaksa, kami pesimis bahwa jaksa akan melakukan upaya banding. Sehingga kasus inipun akan dinyatakan ditutup dan mempunyai kekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Aryo menambahkan, baik hakim dan jaksa tidak menyentuh Surat dari LPSK dengan Nomor A.1663/R/KEP/SMP-LPSK/VI Tahun 2024 tentang Penilaian Ganti Rugi.
Surat tersebut menyatakan permohonan fasilitasi restitusi berupa penilaian ganti rugi korban tindak pidana yang diajukan Mana yang juga Ibu Kandung Korban mewakili Alm Gijik, dengan nomor register permohonan 1059/P.BPP-LPSK/IV/2024 dengan nilai sebesar Rp.2.273.043.500.
“Kami telah memasukan surat ini ke PTSP Kejaksaan Tinggi pada tanggal 5 Juni 2024 dan ke Pengadilan Negeri Palangka Raya pada tanggal 7 Juni 2024, sehingga tidak ada alasan kedua instansi ini tidak mengetahui soal keberadaan surat dari LPSK,” katanya.
Lebih lanjut, pihak Majelis Hakim pun, sambung Aryo, menolak Amicus Curiae atau Sahabat Peradilan yang diajukan oleh rekan-rekan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangka Raya.
Diketahui, Alm Gijik, Taufik Nurahman dan warga Desa Bangkal lainnya dalam upaya mengungkapkan pendapatnya dimuka umum, menuntut PT. Hamparan Bangunan Masawit Persada (HMBP) I merealisasikan 20 persen lahan untuk masyarakat dan pengembalian tanah warga Desa Bangkal seluas 1.175 di luar HGU perusahaan.
“Aksi yang dijamin oleh Undang-Undang ini harus terhenti karena tembakan dari aparat Kepolisian yang menggunakan peluru tajam. Hak Demokrasi warga telah terpasung atas peristiwa ini,” tutup Aryo. (asp)