BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Provinsi Kalimantan Tengah (TP-PKK Prov. Kalteng) Ivo Sugianto Sabran mengatakan Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama yaitu usia minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki, dimana pada batasan usia ini dianggap sudah siap menghadapi kehidupan keluarga dari sisi kesehatan dan perkembangan emosional. Hal ini disampaikan Ketua TP-PKK Prov. Kalteng dalam sambutan dan arahan sekaligus membuka secara resmi Webinar Pencegahan Perkawinan Usia Anak melalui Keluarga yang Berkarakter, bertempat di Aula Serbaguna Istana Isen Mulang, Rabu (29/12/2021). Kegiatan ini digelar secara luring dan daring.
Ketua TP-PKK Kalteng menyampaikan tujuan pendewasaan usia perkawinan adalah remaja merencanakan perkawinan dan membangun keluarga dengan kesiapan fisik, mental , emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Selain itu, akses dan informasi dan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang komprehensif.
Berdasarkan data dari BPS, Susenas pada Maret 2020, total persentase perkawinan anak di Prov. Kalteng adalah sebesar 2,11 persen. Perkawinan Usia Anak didominasi oleh anak perempuan yaitu sebesar 4,09 persen. Ini berarti ada sekitar empat per 100 anak perempuan usia 10-18 tahun di Prov. Kalteng yang sudah kawin. Sedangkan, untuk anak laki-laki angkanya jauh lebih kecil yaitu sebesar 0,26 persen. Proporsi anak perempuan yang pernah kawin dibandingkan anak laki-laki yang pernah kawin menunjukkan bahwa anak perempuan sangat rentan mengalami perkawinan anak dibanding anak laki-laki. Hal ini sekaligus mengindikasikan adanya diskriminasi terhadap anak perempuan di Prov. Kalteng.
Ivo Sugianto Sabran menuturkan perkawinan anak usia dini memiliki dampak antara lain stunting, tingginya angka kematian ibu dan bayi, tingginya angka putus sekolah, tingginya angka pekerja anak yang rentan diberi upah rendah sehingga turut meningkatkan angka kemiskinan serta dampak lainnya. Lebih lanjut disampaikan, perkawinan anak merupakan bentuk pelanggaran hak anak yang memiliki banyak dampak negatif dan sangat berbahaya tidak hanya bagi anak, keluarga, tapi juga negara, diantaranya yaitu stunting, tingginya angka kematian ibu dan bayi (Perempuan yang menikah di usia anak juga memiliki risiko kematian lebih tinggi akibat komplikasi saat kehamilan dan melahirkan dibandingkan dengan perempuan dewasa), tingginya angka putus sekolah, tingginya angka pekerja anak yang rentan diberi upah rendah sehingga turut meningkatkan angka kemiskinan, serta dampak lainnya. Karena kondisi tertentu tersebut anak memiliki kerentanan lebih besar dalam mengakses pendidikan, kesehatan, sehingga berpotensi melanggengkan kemiskinan antar generasi, serta memiliki potensi besar mengalami kekerasan. Untuk itu, semua pihak perlu bersinergi mencegah perkawinan anak demi kepentingan terbaik 80 juta anak Indonesia.
Ivo mengungkapkan orang tua memiliki peran yang besar untuk mencegah perkawinan anak di bawah umur. Adapun peran TP-PKK dalam menggerakkan keluarga dalam mendukung pendewasaan usia perkawinan yakni melalui program pemberdayaan keluarga diantaranya pencegahan perkawinan anak dan pola asuh 1000 hari kehidupan hingga optimalisasi fungsi keluarga.
Optimalisasi delapan fungsi keluarga diantaranya keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.
Webinar dihadiri narasumber dari TP-PKK Pusat yakni Ketua Bidang 1 Pembinaan Karakter Keluarga Yulia Akmal, perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia Wilayah Kalteng I Gede Hary Eka Adnyana, Ikatan Psikologis Klinis Indonesia Wilayah Kalteng Rensi. Diskusi dan Tanya jawab pada webinar dipandu oleh Moderator Pokja 1 TP-PKK Prov. Kalteng Linae Victoria Aden. Ketua TP-PKK Prov. Kalteng didampingi Sekretaris TP-PKK Prov. Kalteng Adiah Chandra Sari dan Sekretaris II Agus Tetiana. (MMC Kalteng)