BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Tingkah laku Hok Kim alias Acen yang merebut secara sepihak kebun sawit di Desa Pelantaran Km 8, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, terus berlanjut. Berbagai upaya bahkan dilakukan, salah satunya dengan tidak menaati keputusan sidang adat yang digelar Kerapatan Mantir Cempaga Hulu beberapa waktu lalu.
Alpin Laurence, salah satu pemilik saham kebun sawit mengaku jika selama ini Hok Kim alias Acen hanya dipercaya sebagai pengelola atas kebun sawit tersebut, mengingat keberadaannya yang tinggal di Sampit, Kotawaringin Timur dan berstatus sebagai keluarga.
“Karena dia sepupu saya, maka saya percayakan pengelolaan kebun. Saya dan dua investor lain yakni Yansen dan Sujatmiko tinggal di luar Kalimantan,” katanya, Selasa (1/11/2022).
Ia menjelaskan, tidak pernah menduga kejadian ini akan berlangsung. Investasi kebun sawit ini dimulai saat ia bersama Yansen dan Sujatmiko datang ke Sampit, Kotawaringin Timur pada 2007 silam. Mereka bertiga datang melihat lokasi dan melakukan peninjauan serta menemui para kelompok tani.
Setelah negosiasi mencapai kesepakatan, ia pun membayar uang untuk para kelompok tani sebagai bentuk pembelian lahan. Dalam hal ini uang pembelian dikirim ke Yansen yang kemudian menyerahkan kepada Hokkim alias Acen untuk membayar ke kelompok tani.
“Tidak mungkin kami jauh-jauh datang ke Kalteng jika bukan untuk investasi. Karena kebetulan Hok Kim itu adik sepupu saya, maka saya jadikan pengelola. Awal pembukaan lahan itu tahun 2007,” ucapnya sambil mengingat kembali proses investasi.
Alpin pun menceritakan jika investasi kebun sawit di lokasi tersebut cukup panjang dengan berbagai kendala. Ketiga investor bahkan harus terus mengirimkan uang dari tahun 2007 sampai 2013 akhir. Pengiriman uang dilakukan secara bertahap, untuk memenuhi kebutuhan kebun, seperti membeli bibit, pupuk termasuk alat berat.
“Jadi kalau alasannya Hok Kim itu pinjam uang kepada kami, itu sangat mengada-ada. Logikanya, kalau Hok Kim memang meminjam uang untuk investasi, kenapa sertifikat lahan dibuat atas nama kami bertiga,” bebernya.
Setelah berjalannya waktu, Valerie, istri dari Hok Kim turut bekerja di kebun sawit menggantikan pegawai yang berhenti di bidang pembukuan keuangan. Valerie turut digaji oleh pihaknya, sedangkan untuk gaji Hok Kim sesuai kesepakatan didapatkan dari lima persen keuntungan.
Ia pun menyangkal jika Hok Kim sebagai pemilik kebun tersebut. Hal ini dibuktikan melalui pembukuan yang ditulis tangan langsung oleh istrinya Valerie. Dalam pembukuan keuangan kebun, Valerie secara rinci melaporkan perkembangan keuangan. Termasuk pembagian saham kepada investor, yakni dirinya, Yansen dan Sujatmiko.
“Jadi dalam pembukuan yang ditulis tangan istrinya, Hok Kim ini selalu membagikan hasil saham kepada kami bertiga. Tidak ada namanya sebagai pemilik saham. Di pembukuan tersebut tercatat jika Hok Kim hanya menerima lima persen keuntungan sesuai kesepakatan,” tegasnya.
Kecurangan pengelolaan keuangan kebun sawit baru terbongkar setelah Sujatmiko, salah satu pemilik saham mempercayakan auditor untuk memeriksa keuangan. Dalam pemeriksaan tersebut Valerie tidak pernah memberikan data lengkap mengenai pengeluaran keuangan, bahkan berulang kali meninggalkan grup whatsapp.
“Dari pemeriksaan auditor, Valerie bahkan menaikkan gajinya sendiri sebanyak 3-4 kali dalam setahun. Semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan kami sebagai pemilik kebun. Saya berharap kasus ini cepat selesai, yang benar dinyatakan benar, dan salah dinyatakan salah,” pungkasnya. (yud)