Soroti Banjir di Kapuas, WALHI Kalteng: Ini Bukti Krisis Ekologi

WhatsApp Image 2023 04 01 at 11.09.12 AM (1)
Banjir yang melanda Kabupaten Kapuas, tepatnya di Pujon Kecamatan Kapuas Tengah

BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Banjir setinggi 2,5 meter merendam Kecamatan Kapuas Tengah, Pasak Telawang Kabupaten Kapuas dan Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur mendapat sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng.

Walhi menilai banjir yang terjadi tersebut merupakan bukti nyata dampak dari krisis iklim akan tetapi pemerintah tidak serius memperhatikan kondisi lingkungan hidup di Kalimantan Tengah.

Untuk itu, Walhi Kalteng menekankan kepada Pemerintah agar serius dalam menangani kondisi krisis ekologi di Kalteng, setiap tahun bencana ekologis seperti banjir selalu terjadi berulang dan ini menjadi indikator nyata menurun dan rendah nya kualitas lingkungan hidup.

Pemerintah harus memprioritaskan upaya untuk memulihkan kerusakan lingkungan dan melakukan audit lingkungan serta evaluasi terhadap izin industri ekstraktif sumber daya alam yang ada di Kalteng.

“Curah hujan tinggi bukan faktor utama penyebab banjir, faktor penting lain adalah akibat alih fungsi hutan atau deforestasi yang masif terjadi khususnya di Kabupaten Kapuas dan Barito Timur. Jika kondisi ekologinya bagus, maka daya tampung lingkungan masih baik dan akan mencegah atau meminimalisir banjir,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Bayu Herinata di dalam rilisnya, Sabtu (1/4/2023).

Ia menyebut, sebanyak 13 desa yang terdiri dari 2712 KK atau sebanyak 8527 jiwa di Kecamatan Kapuas Tengah dan 10 desa terdiri dari 2712 KK atau sebanyak 5552 jiwa di Kecamatan Pasak Telawang dan Desa Kalamus, Desa Bangkan, Desa Paku Beta di Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur dengan total 29 KK yang mengalami dampak bencana ekologis banjir.

“Terjadinya banjir, disebabkan beberapa faktor, pertama kondisi tutupan hutan yang semakin berkurang dan memperparah krisis ekologi yang berkontribusi terhadap krisis iklim, faktor lain adalah kontrol tata ruang yang tidak baik oleh pemerintah, areal resapan air dan wilayah perlindungan seperti hutan di bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) telah diberikan izin untuk industri ekstraktif sumber daya alam seperti pertambangan batu bara, perkebunan sawit dan industri kayu,” beber Bayu.

Ia menyebut, pemerintah penting untuk melakukan audit dan kajian lingkungan untuk mengidentifikasi areal dan wilayah rawan bencana ekologis seperti banjir dan Karhutla untuk segera dilakukan pemulihan dan memastikan tutupan hutan dan eksosistem gambut tersisa di Kalteng untuk dapat di lindungi dan dipertahankan sesuai fungsinya.

Manajer Advokasi dan Kajian Walhi Kalteng, Janang Firman Palanungkai menambahkan daya serap tanah yang kurang baik sehingga diduga menyebabkan adanya bencana banjir di area Pujon.

“Daya serap tanah kurang baik disebabkan adanya pembukaan lahan untuk areal tambang sehingga vegetasi hutan yang ada di atasnya menghilang. Ekosistem yang hilang menyebabkan daya tampung tanah untuk menyerap air mengurang dan berdasarkan analisis data spasial perizinan di Kabupaten Kapuas yang berada di DAS Kapuas, di daerah hulu DAS terindikasi ada kegiatan pembukaan hutan untuk lahan perkebunan besar sawit di Kecamatan Kapuas Tengah,” ujarnya.

Selain adanya pembukaan lahan oleh konsesi perkebunan, tambah Janang, ada juga pembukaan lahan untuk tambang sepanjang DAS Kapuas yang menjadi salah satu penyebab utamanya. Adanya perubahan tutupan lahan yang signifikan juga akan mempengaruhi daya serap tanah.

“Adanya pendangkal (sedimentasi) di anak-anak sungai Kapuas menyebabkan sungai tidak mampu menampung debit air hujan, yang menyebabkan terjadinya banjir di bantaran sungai hingga ke bantaran sungai besar,” imbuhnya.

Kondisi saat ini penting untuk melakukan upaya respon/tanggap bencana yang cepat, tepat dan efektif, untuk mencegah dampak yang lebih besar baik kerugian ekonomi masyarakat atau pun korban jiwa.

“Pemerintah melalui dinas terkait harus segera menyalurkan bantuan kebutuhan pokok kepada masyarakat yang terdampak, membangun posko pengungsian, serta penanganan kesehatan masyarakat terdampak,” tegas Janang. (asp)