BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Gubernur Kalimantan Tengah, H. Sugianto Sabran diwakili oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Hamka mengikuti kegiatan ritual ma’mapas lewu, ma’arak sahur palus manggantung sahur lewu tahun 2020, bertempat di Betang Hapakat, Jl. RTA Milono KM 3,5 No. 163 Palangka Raya, Jumat (18/12/2020).
Dalam sambutan Gubernur H. Sugianto Sabran yang dibacakan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Hamka kegiatan Ritual ma’mapas lewu mempunyai tujuan untuk memulihkan keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan, serta manusia dengan alam sekitar agar terhindar dari marabahaya dan marabencana.
Hal ini juga sebagai upaya melestarikan nilai-nilai religius yang melekat pada masyarakat Kalteng agar tak punah dan tergusur oleh perubahan jaman serta kemajuan perkembangan teknologi dan informasi.
Ditambahkan pula melalui kegiatan ritual mamapas lewu tentunya diharapkan dapat menjadi momentum menjalin silahturahmi antar sesama warga dan perwujudan kerukunan antar umat beragama dan suku-suku yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah terlebih pasca pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) yang telah selesai dilaksanakan.
“Hal ini tentunya menjadi saat yang tepat pula untuk kita bersama-sama berdoa dan mengungkapkan syukur atas penyertaan dan berkah dari Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa (TYME), sekaligus pula dalam upaya memelihara, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan dan nilai budaya dayak yang terkandung di dalamnya serta sebagai wujud kebersamaan seluruh masyarakat Kalteng dengan senantiasa menjunjung tinggi filosofi huma betang, mengedepankan belom bahadat dalam bingkai NKRI,” ungkap Sugianto Sabran.
Sebagaimana diketahui bahwa ritual ma’mapas lewu, ma’arak sahur palus manggantung sahur lewu merupakan ritual keagamaan umat kaharingan. Namun demikian tidak berarti kita tidak boleh ikut ambil bagian dalam ritual ini. Pelaksanaan kegiatan ini diyakini pula akan semakin mampu memperkuat dan mempererat nilai-nilai luhur masyarakat adat dayak Kalteng, yaitu keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam serta hubungan sesama manusia. Terlebih di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia termasuk di Provinsi Kalteng saat ini.
Ketua panitia pelaksana kegiatan ritual ma’mapas lewu, Prada menyampaikan laporannya bahwa kegiatan ritual ma’mapas lewu, ma’arak sahur palus manggantung sahur lewu Kalteng tahun 2020 dilaksanakan rutin setiap tahunnya dari Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalteng sebagai upaya melestarikan dan mengembangkan budaya leluhur kearifan lokal masyarakat adat dayak, yang secara khusus pelaksana kegiatan ini adalah masyarakat adat dayak yang menganut agama Hindu Kaharingan. Adapun kegiatan ini berlangsung selama 3 hari (Jumat-Minggu/18-20 Desember 2020) bertempat di Betang Hapakat dan sekitar kota Palangka Raya.
Selanjutnya makna dari ma’mapas lewu adalah membersihkan wilayah dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik. Ma’arak sahur sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada leluhur Kalteng yang telah menjaga dan memberikan nikmat, kesehatan dan kekuatan untuk melewati tahun 2020 dan memasuki tahun 2021, termasuk Pilkada di Kalteng berjalan aman dan kondusif.
Kemudian makna dari manggantung sahur lewu adalah wujud permohonan kepada leluhur Kalteng dan TYME agar kembali di tahun 2021 masyarakat Kalteng yang tinggal di Bumi Tambun Bungai dapat dilindungi, diberikan kekuatan, kesuksesan dan kesejahteraan dimana ini merupakan keyakinan masyarakat adat dayak yang sudah turun temurun dilakukan dengan upacara ritual ini.
Disampaikan pula pelaksanaan upacara ritual ma’mapas lewu, ma’arak sahur palus manggantung sahur lewu ini dilakukan sebagai simbol atau ungkapan terima kasih terhadap alam sebagai karunia Tuhan.
“Nantinya akan ditanam kepala sapi sebagai wujud perjanjian dengan alam, bahwa alam tersebut tidak akan dirusak tetapi akan digunakan dengan maksud baik sesuai amanat TYME,” terang Prada.
Pada kesempatan ini sambutan Ketua umum DAD Provinsi Kalteng, Agustiar Sabran dibacakan oleh Sekretaris Umum DAD Provinsi Kalteng, Yulindra Dedi menyampaikan sebagaimana sudah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalteng No 16 Tahun 2008 tentang kelembagaan adat dayak di Kalteng secara tegas mengatur bahwa negara dan Pemerintah Daerah dalam hal ini mengakui keberadaan dan eksistensi dari masyarakat adat dayak melalui diaturnya kelembagaan-kelembangan adat yang ada di Kalteng baik kelembagaan adat yang tumbuh berkembang bersama perkembangan masyarakat adat yaitu; keberadaan Damang, mantir adat yang ada di seluruh wilayah Kalteng dan juga mengenai keberadaan DAD dari tingkat Provinsi sampai dengan tingkat Desa, juga mengatur keberadaan Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak yang merupakan bagian dari DAD Provinsi Kalteng.
Keberadaan lembaga adat dayak/DAD Provinsi Kalteng salah satunya memiliki tugas dan tanggung jawab serta fungsi untuk menjaga dan melestarikan berbagai kearifan lokal masyarakat adat dayak yang tumbuh berkembang di kalangan masyarakat adat dayak. Kepala DAD Provinsi Kalteng, Agustiar Sabran menyatakan, salah satu yang menjadi perhatian adalah, bagaimana ritual-ritual adat yang selama ini dilaksanakan di Kalteng yang terus berkembang agar dapat diketahui serta dipahami oleh masyarakat Kalteng.
“Salah satunya ritual ma’mapas lewu, ma’arak sahur palus manggantung sahur lewu tahun 2020 ini,” pungkasnya.
Tampak hadir pada kegiatan ini mewakili dari Unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Kapolda Kalteng dan Danrem 102 Panju Panjung, Ketua Dewan Pertimbangan DAD Provinsi Kalteng, Panglima Batamat Provinsi Kalteng, Tokoh-tokoh agama, Basir Rohaniwan Hindu Kaharingan dan Ormas-ormas Dayak. (hdr)