BALANGANEWS, TAMIANG LAYANG – Warga Desa Bambulung yang adalah petani plasma yang tergabung Koperasi Plasma Isa Pakat (KPIP) menyebut PT Borneo Ketapang Indah (BKI) selalu berdalih dan mencari-cari kesalahan dan enggan memenuhi janjinya ke warga.
“Dalam surat yang diterima KPIP pada tanggal 14 Januari 2020 perihal tanggapan dan penegasan MoU dari surat yang disampaikan pada tanggal 13 Januari 2020. Justru menggambarkan bahwa PT BKI jelas-jelas melanggar apa yang telah disepakati dan hanya berdalih mencari-cari kesalahan yang sebenarnya telah dipenuhi KPIP dan sudah memberikan janji menyampaikan laporan berkala pada tanggal 4-5 Pebruari 2020, namun sampai hari ini tidak pernah direalisasikan,” kata Berto didampingi Sekretaris Bendahara serta para anggota koperasi KPIP melalui WhatsApp di Tamiang Layang, Senin (24/8/2020).
Berto mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan proses panjang untuk memperjuangkan hak para petani plasma untuk mendapatkan dan memperjelas hak-hak dalam pengelolaan plasma sejak tahun 2018 dan setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya KPIP bisa bekerjasama dengan PT BKI dalam pengelolaan hasil plasma dengan dibuat dalam kesepakatan pada tanggal 29 Mei 2019.
“Namun pihak perusahaan mengingkari dan tidak merealisasikan kesepakatan bersama tersebut walaupun sudah ditandatangani semua pihak serta para saksi dari kedua belah pihak,” katanya.
Sementara itu menanggapi permasalahan tersebut pihak Managemen PT BKI melalui Corporate affairs Senior Manager CAA grup, Raden Agus Hiramawan mengatakan bahwa memang benar ada surat kesepakatan untuk mengakomodir KPIP dalam bentuk MoU atau perjanjian kerjasama pengelolaan hasil kebun sawit plasma PT BKI. Akan tetapi sebutnya yang menandatangani perjanjian tersebut tidak mendapatkan surat kuasa dari Managemen PT BKI. “Pak Helman dan Pak Erwin yang menandatangani MoU dengan KPIP, tidak memiliki surat kuasa dari perusahaan,” katanya saat dikonfirmasi belum lama ini.
Raden menambahan bahwa pembangunan kebun plasma PT BKI telah memenuhi sesuai ijin usaha perkebunan yang ada, yakni membangun plasma sebanyak 20 persen dari luas lahan yang di manfaatkan.
“Jadi perlu kami sampaikan bahwa lahan yang digunakan sudah diputihkan atau dibebaskan oleh perusahaan dengan membayar ful 100 persen,” timpalnya.
Sehingga sebut Raden, para pemilik lahan sebelumnya tidak bisa mengatur sesuai kemauan mereka (petani plasma-red) walaupun para petani atau pemilik lahan sebelumnya memiliki hak pembangunan plasma 20 persen. Namun yang pasti sebutnya pihaknya telah membangun plasma satu hamparan sebanyak 20 persen dari luas lahan yang dimanfaatkan. “Yang pasti, kebun plasma sudah dibangun sebanyak 20 persen dari luas lahan yang dimanfaatkan,” tukasnya. (yus)