BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Syaifulah, konten Kreator yang diduga menghina Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) melalui parodi wawancara yang viral di media sosial menjalani sidang adat di Betang Hapakat, Palangka Raya, Selasa (22/4).
Sidang adat dilakukan setelah Andreas Junaidy dan Ingkit Djaper, masyarakat Kalteng melaporkan dugaan penghinaan tersebut dengan dipimpin Mantir Adat Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan Raya, Dandan Ardi.
Sejumlah pertanyaan diajukan kepada Syaifulah selaku konten Kreator terkait tujuan membuat konten parodi tersebut.
Selain itu, ia juga mempertanyakan apakah Syaifulah merupakan seorang wartawan dan juga mewawancarai secara langsung Agustiar Sabran, sebagaimana yang ada di konten tersebut.
“Kalau ingin memberikan kritik, berikanlah kritik itu dengan cara yang santun dan jangan sampai membuat hal yang merusak perasaan masyarakat Kalteng, apalagi konten itu tersebar luas,” kata Dandan Ardi.
Setidaknya ada tiga tuntutan yang dilaporkan. Tiga tuntutan tersebut didasari oleh tiga pasal hukum adat Tumbang Anoi 1894, yakni Singer Tekap Bau Mate dengan tuntutan 45 Kati Ramu, Singer Tandahan Randah dengan tuntutan 45 Kati Ramu dan Singer Kasukup Belom Bahadat dengan tuntutan 250 Kati Ramu.
Ia menjelaskan, berdasarkan hukum adat 1 Kati Ramu senilai 2,88 gram emas, namun aturan tersebut kini berganti dengan nilai 1 Kati Ramu senilai Rp250 ribu.
Namun pihaknya selaku Mantir tidak memiliki kewenangan untuk menentukan berapa Kati Ramu yang harus dibayarkan oleh Syaifulah akibat perbuatannya.
“Untuk itu sidang akan dilanjutkan dengan sidang Basara Hai yang akan dilaksanakan pada Jumat (25/4) untuk menentukan jumlah denda adat yang harus dibayarkan oleh Syaifulah,” tegasnya.
Sementara itu, Andreas Junaidy mengungkapkan, tuntutan ini berawal dari keresahan dan sakit hati masyarakat yang melihat pemimpin daerahnya dihina oleh masyarakatnya sendiri.
Untuk itu ia melaporkan ke Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah untuk memberikan efek jera kepada pembuat konten agar kedepan dapat membuat konten-konten yang memiliki nilai positif.
“Semoga kedepan tidak ada lagi Syaifulah lainnya yang diduga menghina Gubernur Kalimantan Tengah,” pungkasnya.
Sedangkan Syaifulah, mengaku salah dan menyatakan pembuatan video tersebut merupakan tindakannya yang teledor.
“Saya jujur tidak memiliki pemikiran apa-apa dalam membuat video tersebut dan saya mengaku salah karena telah membuat video itu,” imbuhnya.
Ia menekankan, kejadian ini merupakan kesalahan pertama dan terakhirnya serta ia akan menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran untuk membuat hal-hal yang lebih positif kedepannya.
“Saya benar-benar minta maaf kepada Gubernur dan masyarakat atas konten saya yang kurang berkenan di hati masyarakat,” tutupnya. YUD