Moment HUT Bhayangkara ke-79, PMKRI Palangka Raya Soroti Konflik Agraria, Minta Polri Berdiri di Pihak Rakyat

Whatsapp Image 2025 07 01 At 7.15.31 Pm

BALANGANEWS, PALANGKA RAYA — Peringatan Hari Bhayangkara ke-79 menjadi momen evaluasi kritis bagi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palangka Raya.

Bukan hanya mengucapkan selamat, organisasi ini juga menyoroti sejumlah persoalan mendasar terkait kinerja kepolisian, terutama dalam penegakan keadilan di Kalimantan Tengah (Kalteng).

Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Palangka Raya, Fardoari Reketno, menyampaikan bahwa Polri harus menjadikan peringatan ini sebagai momentum refleksi, bukan sekadar seremoni.

“Kami mengucapkan selamat Hari Bhayangkara ke-79 kepada seluruh anggota Polri yang bertugas dengan integritas. Tapi, momen ini juga harus menjadi ruang evaluasi, apakah kehadiran polisi sudah benar-benar berdiri bersama keadilan, atau masih membela kepentingan kekuasaan dan modal?” ujarnya, Selasa (1/7/2025).

Ia menegaskan, Kalimantan Tengah masih menghadapi konflik agraria struktural yang belum terselesaikan, bahkan berujung pada kekerasan.

Salah satu peristiwa yang disoroti adalah penembakan terhadap warga Desa Bangkal, Seruyan Raya, pada 7 Oktober 2023, dalam konflik lahan dengan perusahaan sawit PT HMBP.

“Penembakan terhadap warga sipil tak bisa dibenarkan dalam negara hukum. Ini adalah alarm bahwa fungsi pengamanan sering kebablasan menjadi kekerasan,” tegasnya.

Satus Dionisius dari PMKRI menambahkan bahwa berdasarkan data WALHI Kalteng, hingga akhir 2024 terdapat sedikitnya 15 konflik agraria aktif di Kalteng, mayoritas di Barito Timur, Katingan, Kotawaringin Timur, dan Seruyan.

“Pemerintah dan aparat masih sering bertindak sebagai ‘pengaman korporasi’, bukan pelindung rakyat,” kata Fardoari.

Ia juga menyoroti kinerja kepolisian dalam pemberantasan narkoba. Dari 617 kasus yang diungkap selama 2024, sebagian besar hanya melibatkan pengguna atau kurir kecil.

“Bagaimana masyarakat bisa percaya pada perang melawan narkoba jika di dalam tubuh aparat sendiri masih ada kebocoran?” ujarnya.

PMKRI Palangka Raya pun mengajukan tiga rekomendasi konkret, yaitu penanganan konflik agraria berbasis dialog, bukan kekerasan, transparansi dalam penanganan pelanggaran aparat, serta dialog rutin antara pemuda, tokoh adat, dan Polri sebagai upaya rekonstruksi kepercayaan publik.

“Kami mendukung Polri yang berani mendisiplinkan dirinya. Yang berdiri tegak di sisi rakyat, bukan di belakang modal. Keadilan harus hidup di Kalimantan Tengah, bukan hanya slogan,” kata Fardoari.

Ia menegaskan, kritik dari mahasiswa bukan bentuk kebencian, melainkan bagian dari demokrasi.

“Kami, PMKRI Cabang Palangka Raya, akan terus menjadi mitra kritis. Karena keamanan yang sejati lahir dari keadilan. Dan hanya polisi yang berpihak pada kemanusiaan yang akan dicintai rakyatnya,” pungkasnya. (asp)