BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Sektor Kelautan dan Perikanan (KP) memiliki rentetan kasus korupsi terbanyak sejak periode Kementerian Kelautan dan Perikanan berdiri. Memang setiap era kepemimpinan sebuah lembaga negara, terlebih lagi dengan cara pemimpin lakukan penindakan tegas terhadap oknum-oknum nakal. Pusaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berbagai menteri terlilit dalam kasus dugaan suap atau korupsi.
Skandal kasus korupsi sektor kelautan dan perikanan Indonesia menunjukkan perkembangan dan peningkatan yang sangat progresif. Indikator peningkatan itu, seiring munculnya kasus – kasus serupa yang berulang, baik yang lama maupun yang baru. Hal ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring itu juga, jumlah (kuantitas) kasus dan kerugian keuangan negara sangat tajam meningkat. Kasus tindak pidana korupsi di sektor kelautan dan perikanan pada kurun waktu 1999 hingga 2020 semakin sistematis dan terorganisir.
Penegakan hukum belum maksimal dalam menuntaskannya. Pengusutan dugaan atas berbagai kasus belum benar – benar dilakukan dan menghukum semua koruptor di sektor Kelautan dan Perikanan. Sehingga penegak hukum agar menyelidiki secara tuntas kasus – kasus dugaan korupsi tersebut, baik yang sejak awal hingga saat ini..Kasus tindak pidana korupsi sudah merupakan kejahatan yang bersifat luar biasa (extra ordinary crime), sehingga penanganannya harus dilakukan secara luar biasa pula, baik dari aspek pencegahan maupun penanggulangan.
Salah satu aspek yang terpenting adalah proses penegakan hukum yang dilakukan secara cermat dan komprehensif sesuai fakta yuridis dan empirik, sehingga penegakan hukum penuh keadilan, kepastian, dan manfaat. Pelaku tindak pidana korupsi yang terbukti secara sah dan meyakinkan harus dihukum “berat” sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukannya. Kenyataan, banyak pelaku tindak pidana korupsi yang diberikan hukuman yang relatif ringan, bahkan belakangan ini banyak kasus korupsi sektor kelautan dan perikanan sudah tersangka, tetapi tidak ditahan dan tidak diproses hukum, bahkan tersangka bebas keliaran, melancong dan bepergian kemanapun, seperti mantan direktur PT Perikanan Nusantara (Perinus).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT). KPK menjerat tiga direksi Perum Perikanan Indonesia (Perindo) dalam OTT yang dilakukan di Jakarta dan Bogor. Total ada sembilan orang yang diamankan pada Senin (23/9/2019) terdiri dari jajaran direksi Perum Perindo, pegawai Perum Perindo dan pihak swasta. Tiga orang di antaranya adalah jajaran Direksi dan sisanya pegawai Perum Perindo, serta pihak swasta importir. Tiga pejabat yang berada di jajaran direksi. OTT dilakukan terkait adanya transaksi haram antara Perum Perindo dan pihak swasta. Diduga terjadi suap terkait jatah kuota impor jenis ikan tertentu. Dalam kasus impor ikan, KPK menetapkan dua orang yakni eks Dirut Perum Perindo dan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera (NAS) yang mendapatkan kuota impor ikan dari Perum Perindo. Dugaan keduanya, menerima suap USD 30 ribu. Uang suap diberikan agar mendapat jatah kuota impor.
Setelah 250 ton ikan berhasil di impor oleh PT NAS, kemudian ikan-ikan tersebut berada di karantina dan disimpan di cold storage milik Perum Perindo. Berdasarkan keterangan MMU, hal ini dilakukan untuk mengelabui otoritas yang berwenang agar seolah-olah yang melakukan impor adalah Perum Perindo. Dalam perkembangan, per November 2019, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua pejabat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait kasus dugaan suap kuota impor ikan di Perum Perindo. Dua pejabat itu dipanggil sebagai saksi untuk tersangka.