PALANGKA RAYA – Ketua Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Tengah Satriadi mengaku bahwa hasil pemetaan pihaknya, sejumlah potensi kendala utama bakal dihadapi dalam mengawasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2020.
Adapun kendala bakal dihadapi adalah singkatnya durasi waktu yang diberikan dalam menangani pelanggaran administrasi.
“Pengawas hanya bisa mengeluarkan rekomendasi dan nomenklatur Panitia Pengawas Kabupaten, juga bakal menjadi kendala dalam mengawasi Pilkada Kalteng 2020,” kata Satriadi, kemarin.
Melihat kendala yang bakal terjadi di Pilkada tersebut, Bawaslu Kalteng mengusulkan agar memperpanjang durasi menangani pelanggaran administrasi dengan melakukan legilative review kepada pembentuk undang-undang.
Dia mengatakan batas waktu untuk menangani pelanggaran administrasi di Pilkada hanya tiga ditambah dua hari kalender. Sementara pada saat Pemilu, penanganan pelanggaran administrasi diberikan waktu tujuh hari ditambah tujuh hari kerja sejak pelanggaran tersebut diregistrasi.
“Penanganan pelanggaran administrasi di Pilkada pun sifatnya tertutup. Sedangkan pada saat pemilu, penanganannya terbuka untuk umum,” beber Satriadi.
Kemudian terkait kendala pengawas hanya bisa mengeluarkan rekomendasi, seharusnya disamakan saat pemilu, yakni dapat membuat keputusan. Hal itu dapat dilakukan melalui legislative review agar sama dengan UU no 7 tahun 2017 tentang pemilu.
Sementara untuk kendala nomenklatur Panwas tingkat Kabupaten, perlu dilakukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi. Itu cara mengatasi ketiga kendala yang bakal dihadapi dalam mengawasi Pilkada 2020.
“Terkait anggaran pengawasan yang disediakan Pemprov Kalteng lebih kecil dari usulan Bawaslu, sudah tidak ada masalah. Kami diberikan anggaran sekitar Rp90 miliar untuk mengawasi Pilkada Kalteng tahun depan,” kata Satriadi. (ant/ari)