Dikunjungi Mahasiswa, Edy Pratowo Bicara Food Estate dan Isu Transmigrasi 

Bupati Pulang Pisau, H Edy Pratowo

ASRIANOOR, PULANG PISAU

BALANGANEWS – “Gak lah, jangan apriori, jangan menyimpulkan Food Estate dengan transmigrasi. Kita gak berpikir ke sana dulu,” tutur Edy kepada dua mahasiswa yang berkunjung ke kediamannya, Senin malam (14/9/2020).

Dua mahasiswa ini salah satunya adalah Ketua Himpunan Mahasiswa (HIMA) Pulang Pisau, Julian, yang sekarang mahasiswa semester 5 di Fisip Universitas Palangka Raya (UPR) jurusan sosiologi. Satunya lagi mantan Ketua Hima Pulang Pisau, Hari, yang sekarang sudah S2 bergelar MAP.

Keduanya datang bersilaturahmi kepada orang nomor satu di Kabupaten Pulang Pisau, Edy Pratowo untuk menggali sebanyak-banyaknya informasi seputar program pembangunan di kabupaten itu, diantaranya soal Food Estate yang lagi ‘booming’. Disinggung pula soal isu transmigrasi.

Edy Pratowo, malam itu memang sedang santai. Usai mencukur rambut dia menemui dua mahasiswa itu dan terlibat diskusi ringan berdurasi panjang. Ditemani ajudannya Dwi Saksono, banyak yang diceritakan Edy. Kisah awal mula masuknya program Food Estate, hingga isu-isu transmigrasi yang kemudian ramai dibicarakan bahkan ada penolakan.

Program Food Estate disebut-sebut upaya pemerintah pusat untuk memuluskan program transmigrasi dengan jumlah fantastis mencapai 20 ribu KK pada tahun 2021 mendatang. Isu itu langsung diklarifikasi Bupati Edy Pratowo.

“Isu transmigrasi itu memang lagi santer didiskusikan di kalangan mahasiswa, mengundang berbagai diskursus dan persepsi dari para mahasiswa. Oleh sebab itu kami ingin mendengarkan langsung dari Bapak Bupati, bagaimana kondisi sebenarnya,” kata Julian.

Menanggapi isu transmigrasi itu, Edy Pratowo angkat bicara. Dia bilang masyarakat jangan apriori menyimpulkan program Food Estate dengan isu transmigrasi. Menurutnya Food Estate yang sekarang dikembangkan pemerintah pusat tetap memprioritaskan masyarakat lokal.

Edy menjelaskan, dari 165 ribu hektare rencana pengembangan Food Estate oleh pemerintah pusat di dua kabupaten yakni Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, terdapat 29 ribu hektare lahan eksisting yang ada di Kabupaten Pulang Pisau. Lahan eksisting artinya lahan yang sudah digarap oleh masyarakat setempat dan sudah menghasilkan.

Di tahun 2020 ini, lanjut Edy, pemerintah pusat menetapkan 10 ribu hektare lahan untuk dioptimalisasi. Lahan seluas 10 ribu hektare itu merupakan lahan milik masyarakat lokal dan masyarakat eks transmigrasi yang sudah lama berada di Kabupaten Pulang Pisau terutama di dua Kecamatan yakni Maliku dan Pandih Batu.

“Dari 10 ribu hektare itu, sebanyak 6 ribu hektare lahan berada di Kecamatan Pandih Batu yakni Desa Belanti Siam dan Gadabung, 2 ribu hektare lebih di Kecamatan Maliku, dan 1,9 ribu hektare lahan tersebar di Kecamatan Kahayan Hilir,” ujar dia.

Lahan tersebut, imbuh Edy, adalah lahan milik masyarakat yang sudah ditanami padi sejak lama. Hanya saja produksi padinya belum maksimal. Masa tanamnya pun masih 1 kali dalam setahun.

“Nah, dengan masuknya Food Estate, hasil produksi pertanian masyarakat, khususnya padi dapat ditingkatkan dengan membenahi saluran irigasi pertanian, pemanfaatan alat mesin pertanian moderen agar aktivitas bertani lebih efektif dan menghasilkan, dengan alat memadai maka masa tanam bisa dua kali dalam setahun,” tukas Edy.

Sejauh ini, kata Edy, lahan dan tenaga kerja pertanian cukup tersedia dalam rangka optimalisasi dan intensifikasi lahan seluas 10 ribu hektare di tahun 2020. “Posisinya aman, lahan dan tenaga kerja sudah siap, petani lokal bersemangat, dan sementara kita tidak memerlukan warga transmigrasi untuk menangani lahan pertanian yang ada,” ucap pria 51 tahun ini.

Memang, sambung Edy, seandainya pemerintah pusat menginginkan membuka lahan lebih dari 165 ribu hektare, maka akan diperlukan tenaga kerja tambahan. Sebab menurut Edy, pemerintah pusat menargetkan pembukaan lahan seluas 300 ribu hektare di Provinsi Kalimantan Tengah.

“Nah, kalau lebih dari 156 ribu hektare berarti pemerintah akan membuka lahan baru di atas lahan potensial yang tersedia di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Tenaga kerja tambahan ini nanti diharapkan adalah para pemuda yang disiapkan untuk menggeluti bidang pertanian, kita tidak bicara program transmigrasi, tetapi bagaimana memberdayakan masyarakat lokal melalui mahasiswa dan generasi muda yang sudah disiapkan terjun di bidang pertanian,” tutur Edy.

Sebab, kata dia, untuk memenuhi target pengembangan lahan potensial seluas 300 ribu hektare itu tidak serta merta dilakukan dalam waktu singkat. Waktu yang panjang memberikan kesempatan bagi daerah untuk menyiapkan tenaga-tenaga terampil di bidang pertanian dari pemuda dan mahasiswa yang dipersiapkan.

Dia juga tidak menampik adanya kekhawatiran masyarakat lokal tentang isu transmigrasi yang ‘mendomplengi’ program Food Estate ini. Tapi Edy meyakinkan untuk sementara belum dibicarakan secara komprehensif tentang program transmigrasi tersebut.

“Tidak semudah itu, prosesnya sangat panjang, dan diskusinya akan melibatkan semua lapisan masyarakat. Sementara lebih baik kita fokus menyukseskan Food Estate dulu, dan bagaimana upaya kita mempersiapkan tenaga-tenaga terampil di bidang pertanian khususnya dari generasi muda dan mahasiswa yang ada di daerah kita,” papar Edy.

Kepada dua mahasiswa yang mengunjunginya, Edy meminta agar apa yang dijelaskannya tentang Food Estate dan isu transmigrasi ini dapat disampaikan lagi kepada rekan-rekan mahasiswa lainnya. “Saya mendukung kalau dibuat forum diskusi tentang Food Estate ini, saya siap menjadi narasumbernya,” ujar Bupati yang saat ini tengah dicalonkan sebagai Wakil Gubernur Kalteng Pilkada serentak tahun 2020.

Salah seorang mahasiswa, Hari menyambut baik kesediaan Bupati Pulang Pisau Edy Pratowo untuk menjadi narasumber dalam diskusi yang memang rencananya akan digelar. “Kami berterima kasih atas waktu dan kesediaan bapak menjadi narasumber kegiatan kami. Rencananya dilaksanakan secara online, dan pesertanya adalah anggota HIMA se-Kabupaten Pulang Pisau dan kami undang pula HIMA dari kabupaten lain,” ungkap Hari.

Pada kesempatan itu, dua mahasiswa ini juga menyampaikan harapan kepada pemerintah Kabupaten Pulang Pisau agar membuat program kebijakan untuk mendukung potensi mahasiswa dan para sarjana dengan membangun rumah kreatif.

Hari prihatin dengan eks mahasiswa yang sudah menyandang gelar sarjana, namun tidak punya pekerjaan sesuai disiplin ilmu yang didapatnya. Banyak sarjana-sarjana menganggur dan bekerja sebagai kuli. “Kalau ada rumah kreatif minimal di sana mereka bisa mengekspresikan diri sesuai kemampuan yang dimiliki, apalagi kalau kita adakan semacam pelatihan,” tutup Hari.