Keesokan harinya, Pak Nelayan masih tertidur sangat pulas, mungkin ia masih merasa letih akibat bekerja lebih keras sebelumnya. Ketika melihat ayahnya masih erat memejamkan mata, dengan kasar Bulan meneriaki ayahnya dan meminta ayahnya kembali ke tengah laut untuk mencari lebih banyak ikan. Padahal, keuntungan sebelumnya sudah cukup untuk kehidupan mereka.
Namun, Bulan sangat keterlaluan. Ia tidak peduli dengan ayahnya, yang ada dipikirannya adalah uang, uang dan hanya uang. Tak ada cinta termanis untuk ayahnya, ia menganggap ayahnya adalah ladang uang, bukan orang tua yang pantas dikasihi.
Melihat sosok Bulan dengan amarah yang semakin menjadi-jadi, Pak Nelayan pun pergi ke tengah laut menggunakan perahunya, air mata Pak Nelayan pun menetes perlahan. Pak Nelayan semakin bersedih, dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Pak Nelayan hanya ingin melihat anak kesayangannya menyambut dengan penuh cinta saat kepulangannya, namun bertahun-tahun Pak Nelayan mengharapkan itu, bertahun-tahun pula hatinya kian teriris.
Dengan kekuatan yang masih dimiliknya, Pak Nelayan berjuang keras untuk mengumpulkan ikan-ikan hingga senja kembali hadir menemaninya. Harusnya Pak Nelayan segera pulang ke rumah, tapi karena ikan-ikan yang didapat masih sangat sedikit, Pak Nelayan melanjutkan pencariannya hingga larut malam. Tanpa sadar, ombak kian mengerikan. Namun Pak Nelayan lebih takut akan kemarahan Bulan daripada ombak yang semakin kejam itu.
Pak Nelayan hanyalah manusia biasa, ketika dini hari dan ombak semakin membesar, perahu Pak Nelayan pun terbalik. Semampunya, Pak Nelayan berusaha untuk menyelamatkan diri. Namun ombak memeluknya sangat erat sehingga Pak Nelayan lenyap ditelan lautan.
Harusnya Pak Nelayan lebih memilih untuk menghindari ganasnya ombak daripada kejinya ucapan sang anak. Tapi, sikap Bulan telah membuat ayahnya tak tentu arah.
Berpuluh-puluh tahun sudah Pak Nelayan tak pulang-pulang. Semua itu bukan karena tidak mendapatkan ikan, tapi karena Pak Nelayan sudah hilang untuk selama-lamanya. Tinggal-lah Bulan seorang diri, yang menangis pilu menanti kepulangan ayahnya di ujung senja. Hanya karena mengharapkan harta biasa, membuatnya kehilangan harta yang paling berharga. Menyesal-lah Bulan hingga ia mengakhiri hidup di kesunyian.