Cerpen: Potret Kematian

setiap malam minggu, Andrean selalu menginap di rumah sahabatnya. Kali itu, ia membawa kamera jadul tersebut dan mengambil gambar sang sahabat saat keduanya saling bergurau. Ketika sahabatnya sudah terlelap, Andrean pun kembali mengecek hasil foto yang sudah ia dapatkan. Namun, tiba-tiba terlihat dengan jelas timer pada tiap foto dalam kamera tersebut.

Andrean pun semakin heran, pada foto sahabatnya terlihat ada detik yang berjalan mundur. Setelah ia memperhatikan dengan lebih teliti, hitungan itu akan habis dalam waktu seminggu.

Perasaan tak karuan pun menggebu, Andrean kembali memeriksa rincian waktu pada foto pria penjual roti bakar yang dikenalnya juga foto kucing kesayangannya. Benar saja, pria itu meninggal dunia seminggu setelah foto itu diambil. Begitu juga dengan kucing peliharaannya.

Dengan penuh ketakutan, Andrean melemparkan kamera itu dengan sangat keras. Ia menyesal karena telah mengambil gambar sahabat baiknya menggunakan kamera itu. Ia sangat takut jika seminggu kemudian, sahabat baiknya juga akan meninggal. Namun, sudah berkali-kali Andrean mencoba untuk menghancurkan kamera itu, tapi usahanya sia-sia. Kamera itu masih saja menyala dan membuat Andrean semakin cemas dan gelisah.

Tak terasa, pagi pun kembali hadir. Rupanya Andrean terlelap dengan keadaan tersandar di sudut ruangan. Andrean pun menggosok kedua matanya untuk mendapatkan penglihatan yang sempurna. Pagi itu ia disambut dengan keadaan yang semakin menggemparkan. Yaitu kalimat yang dilontarkan oleh sahabatnya, “Andrean, kamera milikmu ini sangat bagus. Tadi ketika kamu masih tidur, saya mencoba mengambil gambarmu menggunakan kamera ini. Tapi, pada hasil foto, ada sebuah timer yang terhitung mundur. Apakah kamu tahu, timer apa itu?”

Mendengar ucapan itu, Andrean berteriak sekeras-kerasnya. Ia merasa kematian segera menghampirinya. Ia pun kembali melempar kamera itu ke arah lantai dengan keras. Namun kamera itu masih saja utuh bersama suara timer yang terus berjalan mundur seolah menjadi hal menyeramkan untuk didengar.

(Bersambung… di Cerpen: Potret Kematian 2, pada minggu yang akan datang)