Balanganews.com – Manusia sebagai makhluk sosial, tidak terlepas dari kegiatan berinteraksi sosial dengan manusia yang lainnya. Seiring dengan berkembangnya teknologi, kini interaksi sosial dapat dilakukan dengan cepat dan mudah melalui internet, contohnya di media sosial. Oleh karena itu, interaksi sosial dapat dilakukan kapanpun, di manapun, dan dengan siapapun. Namun, dengan sifatnya yang cepat dan mudah, media media sosial sering kali disalahgunakan oleh penggunanya. Salah satu tindakan penyalahgunaannya, yakni dilakukannya cyberbullying.
UNICEF mendefinisikan cyberbullying sebagai perundungan dunia maya, yakni tindakan bullying atau perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Cyberbullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan secara berulang, dengan tujuan menakuti, membuat marah, ataupun mempermalukan seseorang yang dianggap tidak dapat melakukan perlawanan. Berdasarkan data dari UNICEF per tahun 2022, jumlah korban dalam kasus cyberbullying di Indonesia mencapai 45%. Terhitung sebagian besar pelaku maupun korbannya didominasi oleh anak-anak dan remaja. Hal tersebut, dikarenakan intensitas dalam penggunaan internet yang meningkat oleh kalangan siswa atau pelajar.
Terdapat beberapa tindakan yang dapat dikatakan sebagai cyberbullying. Pertama, dengan mengirimkan pesan berupa ancaman melalui platform chatting, kolom komentar media sosial, atau memposting sesuatu yang bersifat memalukan/menyakitkan. Kedua, mengucilkan seseorang dari grup pertemanan, game online, atau dalam aktivitas dunia maya lainnya. Ketiga, membuat situs atau group chat dengan tujuan menebar kebencian terhadap seseorang. Keempat, memaksa seseorang untuk terlibat dalam percakapan seksual atau memaksa mengirimkan gambar sensual.
Empat contoh tersebut terkadang memang sulit untuk disadari. Apakah itu merupakan tindakan bullying atau hanya lelucon saja? Dapat dikatakan tindakan bullying, ketika seseorang merasa terluka, tersinggung, ataupun merasa diserang terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang lain kepadanya. Hal tersebut, tentunya sangat berdampak kepada seseorang yang di-bully. Bahkan, tidak jarang dampaknya dapat bertahan lama dan mempengaruhi kehidupan di masa yang akan datang.
Bullying yang terjadi baik secara online maupun tatap muka merupakan potret nyata dari kehidupan pelaku bullying yang mengalami kegagalan dalam mengontrol psikologisnya. Kurangnya pengendalian diri dari pelaku sedangkan korban memiliki kontrol diri yang tinggi. oleh karena itu, pelaku merasa bahwa dirinya lebih kuat daripada korban. Tindakan cyberbullying juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan di sekitarnya. Misalnya, remaja yang kurang memiliki teman, akan lebih berisiko menjadi korban cyberbullying. Korban cyberbullying yang mendapatkan banyak penolakan dari teman-teman di sekitarnya, sedangkan tingkat penolakan terhadap pelaku bullying lebih rendah. Tidak hanya teman-teman sekitar, keluarga juga menjadi salah satu faktornya, yakni kurangnya pengawasan dan adanya kebebasan dari orang tua terkait penggunaan internet, baik game online ataupun media sosial.
Oleh karena itu, keluarga menjadi peran penting dalam membimbing proses adaptasi pribadi, sosial, dan sekolah bagi anak. Keluarga yang menjadi lingkungan pertama dalam proses sosialisasi dan mempelajari aturan perilaku untuk hidup bersama orang lain. Untuk dapat membantu mengurangi resiko keterlibatan remaja dalam cyberbullying, diperlukan kemampuan orang tua dalam mendidik anak melalui ketepatan dalam pola asuh, diantaranya dengan memberikan perhatian, mengontrol emosi, meningkatkan komunikasi, dan melakukan pengawasan terhadap tindakan anak. Begitu pula dengan teman sebaya, keberadaan teman termasuk hal yang sangat penting. Yakni dengan adanya dukungan teman yang tepat dapat membantu remaja untuk keluar dari masalah yang dihadapinya. Dukungan dari orang-orang yang dipercaya, seperti keluarga terdekat, guru, dan teman merupakan hal penting yang dibutuhkan oleh remaja.
Cyberbullying bisa dicegah dengan memblokir dan melaporkan akun pelaku atas perilaku yang mereka lakukan di platform terjadinya tindakan bullying tersebut. Setiap media yang digunakan, seperti media sosial memiliki kewajiban dalam menjaga keamanan penggunanya. Selain itu, korban dapat pula mengumpulkan bukti-bukti tindakan, misalnya menyimpan tangkapan layar mengenai pesan ataupun postingan di media sosial. Pada beberapa platform media sosial, seperti Facebook dan Instagram telah memiliki tim tersendiri dalam mengawasi dan menangani laporan-laporan selama 24 jam. Jika terdapat postingan yang sifatnya mengganggu, kasar, hingga mengandung unsur bullying, maka akan segera dihapus.
Melaporkan tindakan bullying di media sosial telah sangat mudah dilakukan. Kita perlu melakukan identifikasi pada setiap tindakan bullying, baik cyberbullying ataupun bullying secara tatap muka. Setelah melakukan identifikasi, laporkan tindakan tersebut secara lebih lanjut. Dengan upaya pencegahan tersebut, kita dapat menunjukkan pada pelaku bully bahwa tindakan yang mereka lalukan itu tidak akan dapat diterima.