Sempadan Sungai Awang dan Murung Gamis diduga rusak akibat pembukaan lahan dan pembersihan lahan yang dilakukan PT KSL pada Mei 2018 lalu, sebelum memiliki izin lingkungan maupun Amdal.
Dinas Pertanian Barito Timur terpaksa menghentikan aktivitas PT KSL karena diduga kuat melanggar Undang Undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Peraturan Daerah Provinsi Kalteng nomor 5 tahun 2011 tentang pengelolaan usaha perkebunan berkelanjutan, pasal 29 ayat 4 dan pasal 45 ayat 4 dan juga Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan.
Setelah melengkapi perizinan, PT KSL melanjutkan aktivitas pembersihan lahan hingga penyemaian dan saat ini sudah dilakukan penanaman. Penanaman bibit sawit diantaranya berada di sempadan sungai.
Dampak aktivitas pembersihan lahan yang dilakukan tahun 2018 lalu mulai berpengaruh di saat musim hujan pada tahun 2020 ini. Kondisi ini ditanggapi serius Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Provinsi Kalteng Dimas Novian Hartono.
Menurut Dimas, kondisi seperti itu sudah melanggar konstitusi, karena bagaimanapun juga tanam tumbuh pada sempadan sungai tidak boleh dibabat. Tindakan tegas dan sanksi dari pemerintah tetap harus diberikan karena telah terjadi pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut.
Ditambahkan Dimas, meski lahan PT KSL itu merupakan hasil take over dari HGU perkebunan karet PT Sendabi Indal Lestari, tentunya dipertanyakan apakah perusahaan tersebut memiliki amdal dan atau izin lingkungannya atau tidak.
“Bukan berarti karena lokasi tersebut telah masuk HGU lalu mereka melakukan hal serampangan, khususnya dalam pembukaan lahannya. Karena komoditas tanam tumbuhnya pun berbeda yakni dari karet ke sawit,” kata Dimas.