Penyelidikan Dugaan Mafia Tanah di Desa Palingkau Jaya Berhasil Diungkap

SAVE 20220602 204152
Kasi Intel Kejari Kapuas saat menyampaikan dalam perkara dugaan mafia tanah

BALANGANEWS, KUALA KAPUAS – Adanya dugaan karena melakukan manipulasi dokumen tanah dengan menyerobot lahan milik warga yang sah atau mafia tanah sebagaimana sertifikat yang dikuasai sejak 1997, dua orang mantan Kepala Desa terancam dipidana.

Sebagaimana press rilis yang disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Kapuas Arif Raharjo, yang mengapresiasi kinerja jajarannya yaitu Kasi Intelijen Amir Giri Muryawan, yang baru dilantik pada hari Kamis tanggal 19 Mei 2022 selaku Ketua Tim Jaksa Penyelidik yang melaksanakan Surat Perintah Operasi Intelijen terkait dugaan mafia tanah/penyerobotan lahan di Desa Palingkau Jaya setelah sebelumnya menerima laporan dari masyarakat Desa Palingkau Jaya terkait dugaan adanya mafia tanah/penyerobotan lahan pada bulan Februari 2022 tersebut.

Dengan secara langsung dipimpin Kasi Intelijen, tim bergerak cepat guna melakukan pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan, dan setelah kurang lebih satu bulan tim berhasil meminta keterangan kepada 21 orang dan mendapatkan 36 dokumen.

“Berdasarkan laporan dari tim tersebut, tepat pada 18 Mei 2022 dapat disimpulkan dalam giat yang telah dilaksanakan, tim menemukan adanya perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan oleh beberapa orang yang diduga sejak awal membuat Surat Pernyataan Pemilikan Tanah (SPPT) kemudian menjualnya kepada pihak ketiga. Sementara lokasi tanah yang dibuatkan SPPT tersebut adalah milik warga Palingkau Sejahtera berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM), Tanah tersebut merupakan tanah milik warga Transmigrasi Sejak tahun 1997,” katanya, Kamis (2/6/2022).

Lebih lanjut diterangkannya juga bahwa dalam program tersebut terdapat 32 (tiga puluh dua) sertifikat tanah milik Desa Palingkau Jaya (SP-1) seluas 64 hektar dan tanah restan (sesuai dengan yang dilampirkan pada laporan masyarakat), akan tetapi pada tahun 2012 tanah masyarakat tersebut tiba-tiba saja dikuasai oleh pihak ketiga yaitu Koperasi Jasa Profesi (KJP) kemudian ditanami kelapa sawit, dengan dasar bahwa mereka menguasai lahan tersebut adalah Surat Pernyataan Pemilikan Tanah (SPPT) yang dikeluarkan oleh mantan kepala Desa Saka Tamiang dan mantan Kepala Desa Palingkau Jaya.

Oleh karena itu Jaksa penyelidik menduga penerbitan SPPT tersebut tidak sesuai dengan mekanisme peraturan yang berlaku, dan pihak yang mengeluarkan SPPT tersebut tidak mempunyai legal standing untuk berbuat sesuatu di lahan milik warga yang hak dan penguasaan didasari dokumen yang sah.

Hal ini juga sangat menguatkan dugaan tim penyidik setelah mendapatkan fakta bahwa fotocopy sertifikat yang dilampirkan dalam laporan tersebut, sama dengan arsip yang disimpan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kapuas bahkan nama kepemilikannya pun tidak berubah dan tidak ada balik nama dan SHM tersebut tidak ada tumpang tindih/dijual ke orang lain atau ke perusahaan.

Sebagaimana diketahui, Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan oleh BPN merupakan dokumen kepemilikan tanah atau rumah yang menduduki kasta tertinggi dan paling kuat dari sisi hukum.

Merujuk pada system hukum nasional yang bersumber pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Agraria, status kepemilikan tanah dengan bukti tertulis menurut hukum yang berlaku, keseluruhan hak atas tanah dibukukan dalam bentuk sertifikat. (put)