Berharap Terbentuknya MHA di Masing-masing Kecamatan

Kepala DLH Kabupaten Katingan, Yobie Sandra saat menyampaikan sambutannya pada salah satu acara, di aula Beppedalitbang Kabupaten Katingan, Selasa pagi (6/8/2024)

, – Kepala Dinas Hidup (DLH) Kabupaten , Yobie Sandra berharap kepada masing-masing Camat di Kabupaten Katingan berupaya untuk mendorong terbentuknya Masyarakat () di masing-masing wilayah Kecamatan di Kabupaten Katingan. Harapannya ini diungkapkannya saat menyampaikan sambutannya pada salah satu kegiatan, di aula Beppedalitbang Kabupaten Katingan, Selasa (6/8/2024).

Sehingga, nantinya kita menurut Yobie bisa bersama-sama untuk mengusulkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) RI, guna penetapan statusnya. “Dengan demikian, masyarakat kita yang beraktivitas di dalam lingkungan mereka nantinya punya kepastian hukum terkait pengelolaan lingkungan berpotensi yang dimiliki oleh mereka,” kata Yobie.

Adapun salah satu manfaat penetapan status wilayah MHA ini menurutnya adalah, untuk menjamin kepastian hukum dari pelaksanaan aktivitas yang dilaksanakan oleh masyarakat yang ada. Sehingga ke depannya tidak ada lagi celah bagi orang yang mengajukan keberatan terhadap aktivitas Sumber Daya, termasuk di dalamnya yang dilakukan oleh masyarakat kita.

Selain itu, dirinya berharap kepada masyarakat kita mampu sebagai pelaku aktif dalam rangka mengelola lingkungan yang dapat dimanfaatkan dari sisi ekonomi. “Karena, seperti kita ketahui bersama, potensi yang ada di Kabupaten Katingan ini sangat luar biasa,” ujarnya.

Akhir dari sambutannya dirinya berharap MHA di Kabupaten Katingan ini tidak hanya dua saja. Pasalnya, luasan Kabupaten Katingan ini sekitar 2 juta hektare. Dan, dari 2 juta hektare itu, 86 persen lebih merupakan kawasan hutan (HP dan HPK). Sedangkan yang bukan kawasan hutan atau APL hanya 13 persen lebih saja. Bahkan, dari 13 persen APL lebih itu sudah dikurangi dengan Hak Guna Usaha (HGU) dari beberapa perusahaan dan sejumlah fasilitas umum.

Jadi, masyarakat kalau ingin beraktivitas, lanjutnya, hanya di lahan APL yang 13 persen lebih itu saja secara resmi (legal). Jika ada masyarakat yang beraktivitas di lahan yang 86 persen itu, maka bisa dikatakan illegal. “Yang namanya illegal berarti berpotensi berurusan dengan hukum,” terangnya.

Tapi, jika kita bisa mengubah status lahan yang 86 persen lebih itu menjadi wilayah MHA maka menurutnya potensinya sangat luar biasa. “Ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi kita untuk memanfaatkan mekanisme yang sudah diatur oleh pemerintah,” pungkas mantan Camat ini. (abu)