SAMPIT – Upaya untuk mengembangan Bandara H Asan Sampit mengalami sejumlah kendala. Terutama terkait dengan lahan.
Unit Pengelola Bandar Udara (UPBU) saat menggelar pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), perwakilan BPN serta dinas terkait membahas pengembangan bandara H Asan Sampit tahun 2020-2022 memaparkan, ada beberapa hal yang menjadi fokus utama, yakni diperlukannya peningkatan infrastruktur landasan pacu, terminal keberangkatan yang sudah tidak representatif serta pagar bandara.
Begitu juga dengan jalan di ujung landasan pacu yang harus dipindahkan, hal ini mengingat potensi bahaya yang mengancam. Apabila pesawat hendak mendarat dan melewati jalan itu, ketinggiannya hanya sekitar 15 meter sehingga berpotensi merobohkan sepeda motor yang ada di bawahnya.
Selain itu, menurut temuan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, gedung PK/PPK, gedung BMKG dan ruang kargo tidak memenuhi standar keamanan, sehingga harus dipindahkan. Tidak hanya itu, pohon karet yang menjulang tinggi di pinggir landasan pacu juga mengganggu lalu lintas penerbangan.
Kendala utama pengembangan bandara yang menjadi prioritas ada dua hal, yakni pembebasan atau penyediaan lahan untuk pemindahan gedung PK/PPK, gedung BMKG dan ruang kargo.
Serta pembebasan atau penyediaan lahan untuk perpanjangan landasan pacu bandara di jalan Tjilik Riwut seluas 2.250 x 45 meter dari sebelumnya 2.060 x 30 meter dan runway strip seluas 2.370 x 300 meter yang sebelumnya hanya 2370 x 150 meter.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Hari Rahmad Panca Setia justru menyarankan pemerintah daerah segera memikirkan untuk memindahkan bandara H Asan Sampit ke lokasi yang baru.