PALANGKA RAYA – Serma (Purn) Imanuel Nuhan penerjun payung pertama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) meninggal di usia 96 tahun pada hari Rabu (9/10/2019) sekitar pukul 19.10 WIB di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, Kalimantan Tengah, dan rencana dimakamkan di Makam Pahlawan Sanaman Lampang Jalan Tjilik Riwut Km 2,5.
“Rencana pemakaman dilaksanakan pada Sabtu (12/10/2019) secara militer,” kata Hernison Nuhan (45) anak kandung mendiang di kediaman duka Jalan G Obos XXIV Palangka Raya, Kamis (10/10/2019).
Hernison menjelaskan sebelumnya almarhum yang lahir pada 1 Januari 1924 itu sebelum meninggal sempat diberikan pertolongan pertama di ruang UGD RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya.
Imanuel Nuhan yang memiliki 12 anak dari tiga istri itu sempat muntah darah sebelum masuk ke ruang IGD. Sempat diberikan pertolongan, namun Tuhan berkehendak lain.
Pria kelahiran Tewah, Kabupaten Gunung Mas, Kalteng yang memiliki jasa yang cukup besar bagi negara dan TNI AU menghembuskan nafas terakhir pada malam hari. Korps TNI AU berduka cita sedalam-dalamnya, begitu juga masyarakat Kalteng dimana sang pejuang tersebut di lahirkan di tanah Borneo.
“Pesan beliau kepada pimpinan Korem 102/Panju-Panjung apabila cucu dan cicitnya ingin menjadi TNI sama seperti dirinya, agar bisa dipermudah,” kata Hernison Nuhan.
Dalam kesehariannya, sebelum berpulang, penerjun pertama Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) itu pernah pertama kali mendarat di Desa Sambi, Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng bersama 12 orang rekannya pada 17 Oktober 1994 silam.
Kisah bermula dari surat Gubernur Kalteng Pangeran Mohammad Noor tentang permintaan kepada AURI, agar dapat mengirimkan pasukan penerjun payung ke Kalimantan untuk membentuk serta menyusun gerilyawan dalam membantu perjuangan rakyat daerah itu dan mendirikan stasiun radio induk untuk keperluan membuka jalur komunikasi antara Kalimantan dengan Yogyakarta serta menyiapkan daerah pendaratan (dropping zone) bagi penerjun selanjutnya.
Permintaan tersebut disambut Kepala Satuan Angkatan Udara (Kasau) saat itu, Komodor Udara Suryadi Suryadarma. Dia kemudian memerintahkan Mayor Udara Tjilik Riwut untuk mempersiapkan prajurit-prajurit AURI yang akan diterjunkan di Kalimantan.
Pada 17 Oktober 1947 dini hari, pesawat Dakota RI-002, dengan pilot Bob Freeberg dan co-pilot Opsir Udara III Suhodo takeoff dari Pangkalan Udara Maguwo, terbang menuju Kalimantan dengan melintasi lautan dan menelusuri hutan belantara.
Ketiga belas prajurit AURI berhasil diterjunkan di daerah Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah Heri Hadi Sumantri, FM Suyoto, Iskandar, Ahmad Kosasih, Bachri, J Bitak, C Willem, Amirudin, Ali Akbar, M Dahlan, JH Darius dan Marawi, serta Imanuel Nuhan.
“Bapak pernah cerita saat mendarat di Sambi itu, mereka terpisah dengan rekan-rekannya, bahkan ia tersangkut di atas pohon dan mencari makan di dalam hutan belantara untuk bertahan hidup. Hal itulah yang tidak banyak diketahui oleh orang banyak kecuali menceritakan kepada anak-anaknya semasa perjuangan,” ungkapnya.
Para penerjun tersebut belum pernah mendapat pendidikan terjun payung secara sempurna, kecuali mendapatkan pelajaran teori dan latihan di darat atau ground training.
Itu adalah operasi lintas udara pertama dalam perjalanan sejarah Indonesia. Sebelum meninggal dunia, Imanuel Nuhan merupakan satu-satunya dari para penerjun pertama RI yang masih hidup.
“Bahkan bapak sebelum wafat beberapa tahun yang lalu sering menulis tentang masa perjuangannya, namun setelah sering ke luar masuk rumah sakit ia jarang menulis lagi hingga beliau meninggal dunia,” katanya.
Apabila Imanuel Nuhan di makamkan di Makam Pahlawan Sanaman Lampang maka ia berada satu lokasi dengan rekannya yang wafat terlebih dahulu, yakni J Bitak dan M Dahlan.
Bahkan ia juga satu lokasi dengan pimpinannya, yaitu Tjilik Riwut yang kala itu ia juga pernah mengabdi kepada pahlawan asal Kalimantan Tengah tersebut, karena di perbantukan tugas di Pemerintah Provinsi Kalteng.