Masalah Konflik Lahan yang Terjadi Sangat Merugikan Masyarakat

WhatsApp Image 2023 09 15 at 5.50.00 PM
Kader PSI Kalteng sekaligus Politisi PSI Eldoniel Mahar

BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Peristiwa pertumpahan darah yang menimbulkan korban jiwa sebagai akibat dari sengketa tanah lahan pribadi yang terjadi di Pelantaran beberapa hari lalu adalah peristiwa yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan.

Kader PSI Kalteng sekaligus Politisi PSI Eldoniel Mahar Kalteng dalam rilisnya mengatakan, sengketa tanah mulai marak sejak awal tahun 2000-an, dan telah berulangkali terjadi di daerah ini, diantaranya, beberapa tahun silam, juga telah memakan korban jiwa, yaitu sengketa tanah di area Jalan G. Obos dan Jalan Mahir Mahar Palangka Raya.

“Terjadinya sengketa tanah, sudah barang tentu, berawal dari adanya pihak yang berniat jahat merampas hak orang lain dengan cara melanggar perundangan yang berlaku (umumnya dengan memanfaatkan dokumen abal-abal tak sesuai dengan peraturan) sehingga timbul konflik di masyarakat,” ucapnya, Jumat (15/9/2023).

Tentu timbul pertanyaan, kenapa demikian dan apa penyebabnya, setidaknya, ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hal tersebut.

“Kelalaian dan Keteledoran Oknum Aparat Pemerintah.
Salah satu biang kerok sengketa tanah adalah akibat perilaku oknum Ketua RT, Lurah, Camat yang terkesan begitu mudah menandatangani dokumen kepemilikan atas bidang-bidang tanah yang sebelumnya telah lebih dulu memiliki alas hak berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) maupun sertifikat bahkan ada yang berupa putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, sebagaimana terjadi atas beberapa bidang tanah di bilangan jalan Mahir Mahar Palangka Raya,” tambahnya.

Intinya adalah, akibat perbuatan/keteledoran para oknum tersebut timbulah tumpang tindih surat kepemilikan tanah yang tentu sangat rawan konflik, benturan, bahkan pertumpahan darah di kalangan masyarakat.

“Lemahnya proses penegakan hukum, penyebab lain adalah penegakan hukum pidana yang lemah bagi pencuri/penjarah/penyerobot tanah yang memiliki dokumen abal-abal, dimana proses hukum maupun vonis hukuman bagi para pemilik dokumen palsu tersebut relatif ringan, bahkan ada yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, seperti terjadi pada kasus penyalahgunaan meterai dan tanda tangan pada surat tanah (juga) di bilangan jalan Mahir Mahar, beberapa tahun lalu, dimana pemiliknya tidak pernah dihukum divonis alias tidak jelas penyelesaian hukumnya,” lanjutnya.

Ini semua berawal dari putusan sela Pengadilan Negeri yang memerintahkan agar pemilik dokumen palsu tersebut dibebaskan dan dikeluarkan dari tahanan, namun kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi yang memerintahkan melanjutkan persidangan atas kasus tersebut, namun pada kenyataannya, sampai hari ini, perintah Pengadilan Tinggi itu tidak pernah dijalankan, dan yang bersangkutan tidak pernah lagi di sidang dan diadili serta tidak pernah dihukum ataupun divonis, singkatnya, dengan kata lain, pemilik dokumen palsu tersebut bebas berkeliaran meskipun Pengadilan Tinggi memerintahkan untuk mengadilinya.

“Intinya adalah, lemahnya proses penegakan hukum tidak memberi efek jera bagi kalangan pelaku kriminal pertanahan, sehingga potensi sengketa tanah akan terus bermunculan di masyarakat,” tuturnya.

Jika dua hal ini keteledoran aparat pemerintahan dan lemahnya penegakan hukum tidak segera dibenahi maka hampir dapat dipastikan sengketa tanah yang berpotensi menimbulkan pertumpahan darah akan terus marak terjadi di daerah ini.

“Untuk itu, negara dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten/Kota, Badan Pertanahan Nasional setempat, serta Aparat Hukum/Keamanan setempat tidak boleh abai, tidak boleh lalai, tidak boleh “tidur” tidak boleh berdiam diri, tidak boleh berpangku tangan, negara yaitu aparat terkait mutlak harus hadir duduk satu meja merumuskan solusi dan melakukan aksi guna menyelesaikan menuntaskan akar penyebab masalah pertanahan yang telah sekian lama mewabah, membelit, menyiksa bahkan menyengsarakan sebagian warga di daerah ini,” ungkapnya. (udi)