BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) melakukan penggeledahan di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Seruyan, menyusul dugaan korupsi terkait pengelolaan dana hibah Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Seruyan Tahun Anggaran 2023-2024.
Penggeledahan yang dilakukan pada Selasa (29/10/2024) dari pukul 12.00 hingga 16.00 WIB. Penyidik berhasil mengamankan empat kontainer berisi dokumen dan satu unit komputer untuk penyelidikan lebih lanjut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Kalteng, Dodik Mahendra, mengatakan penggeledahan dilakukan terkait dengan penahanan tiga oknum pegawai Bawaslu Kabupaten Seruyan, yakni HI, IWI, dan KH.
Diketahui, ketiganya diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana hibah yang seharusnya dialokasikan untuk penyelenggaraan Pilkada.
“Penggeledahan ini masih terkait dengan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Dan Penyalahgunaan Wewenang Dalam Pengelolaan Dana Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Seruyan Tahun Anggaran 2023-2024,” ujarnya.
Dijelaskan Dodik, bahwa HI merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Bawaslu Kabupaten Seruyan, sementara IWI bertindak sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), dan KH adalah Staf Operator Keuangan di institusi tersebut.
Dana hibah sebesar Rp12,58 miliar diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Seruyan kepada Bawaslu untuk penyelenggaraan Pilkada dalam dua tahap, yakni Rp5,03 miliar pada Desember 2023 dari APBD Perubahan dan Rp7,54 miliar pada Juni 2024 dari APBD tahun anggaran 2024.
Namun, dana ini diduga digunakan oleh KH, Staf Keuangan Bawaslu, secara tidak sesuai peruntukan.
“KH selaku Staf Pengelola Keuangan dan Operator Sakti Bawaslu Kabupaten Seruyan telah menggunakan Anggaran Bawaslu Kabupaten Seruyan yang berasal dari APBD berupa Dana Hibah Pemerintah Daerah Kabupaten Seruyan tidak sesuai dengan peruntukannya,” kata Dodik.
Dalam kurun waktu 18 Mei hingga 8 Juni 2024, lanjut Dodik, KH diduga memanfaatkan sistem Cash Management System (CMS) BRI yang seharusnya dikelola oleh Bendahara Bawaslu, IWI, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), HI.
Dengan menggunakan akun CMS ini, KH mengajukan pencairan dana ke rekening pribadinya dengan alasan adanya kebutuhan pembayaran mendesak. KH meminta kode OTP kepada HI yang kemudian diberikan tanpa pemeriksaan menyeluruh, sehingga KH dapat menyetujui pencairan dana tersebut ke rekening pribadinya.
“Terkait kerugian negara yang diakibatkan oleh penyalahgunaan dana ini masih dilakukan penghitungan oleh Auditor,” ungkap Dodik. (asp)