BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Penindakan penyelewengan BBM Subsidi jenis Solar dilakukan Polda Kalimantan Tengah di sebuah SPBU di Jalan Kalikasa Km 01, Kelurahan Parenggean, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur, Jumat (5/8/2022).
Tiga tersangka ditetapkan dalam pengungkapan kasus tersebut, diantaranya pembeli BBM subsidi, pengawas hingga operator SPBU.
Pengungkapan berasal ketika Subdit Indagsi Ditreskrimsus melakukan penyelidikan usai menerima laporan maraknya pendistribusian BBM subsidi tidak tepat sasaran di SPBU tersebut.
Ketika melakukan pengamatan, petugas menemukan ada transaksi pembelian BBM subsidi jenis Solar pada sebuah mobil modifikasi. Operasi tangkap tangan kemudian dilakukan dan mengamankan tersangka Madi alias Along selaku pembeli.
Pada mobil yang digunakan, petugas menemukan 21 jerigen berukuran 32 liter dengan total 627 liter Solar di dalamnya. Pada tangki mobil juga telah dilakukan modifikasi.
“Setelah pemeriksaan terhadap tersangka Madi, kita juga menetapkan M Yusuf operator dan Hairudin, pengawas SPBU sebagai tersangka,” kata Direktur Reskrimsus Polda Kalteng, Kombes Pol Kaswandi Irwan, Selasa (30/8/2022).
Praktek penyelewengan BBM tersebut terindikasi telah lama dilakukan oleh pihak SPBU. Dimana pembeli (Pelangsir) BBM jenis solar diwajibkan membayar Rp1000 per liternya dari HET.
“Jadi ada rangkaian kerjasama antara pelangsir dalam hal ini dengan manajemen SPBU, sehingga pihak SPBU juga kita tetapkan sebagai tersangka,” jelasnya.
Pemeriksaan terhadap pemilik SPBU, lanjut Kaswandi, juga telah dilakukan. Namun pemilik mengatakan jika manajemen SPBU diserahkan kepada pengawas. Ia menegaskan pengungkapan ini adalah upaya Polda Kalteng menindaklanjuti perintah dari pemerintah pusat, khususnya Mabes Polri dalam mengawasi penyelewengan BBM subsidi yang disalurkan atau dijual tidak tepat sasaran.
“Tiga tersangka kita kenakan Pasal 55 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas yang telah dirubah ketentuannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda sebesar Rp60 Miliar,” tegasnya. (yud)