Karya: Rahmi Nurfitriana
Di tengah jalanan kota yang masih setengah menguap,
datang suara klakson pelan—
“Kopi… kopi keliling…”
aroma robusta menembus pagi yang belum sempat mencuci muka.
Ia datang bukan dari kafe berlampu temaram,
melainkan dari sepeda tua dengan termos berpeluk kain lusuh,
di belakangnya, botol kaca berjajar seperti barisan kenangan,
dan uap tipis menari di udara kota.
Kopi itu tidak menuntut ruang estetik,
tidak butuh nama asing di atas busanya—
cukup hangat, cukup jujur,
menemani langkah-langkah kecil kota yang terus berdenyut.
Palangka Raya, 2025










