meski ketakutan kembali menyerang dirinya. Tapi, tiba-tiba sang sahabat menghadirkan tawa dengan gema yang mengerikan. Melihat sang sahabat berubah secara drastis, Andrean memutuskan untuk kembali berlari.
Namun larian Andrean terpaksa harus terhenti ketika di sebuah jalan yang cukup sepi. Sebab, kamera jadul itu terletak dengan layar yang masih saja menyala tak jauh dari Andrean. Rasa tak karuan membuat Andrean kembali terguncang ketika kembali melihat benda itu. Tapi, dalam ketakutan mendalamnya, Andrean merasa bahwa ia harus melawan semua itu. Menghapus gelisah dan mengembalikan hari cerianya seperti sedia kala.
Dengan langkah yang pasti, Andrean mencoba terus membuang kecemasannya, ia memungut kamera itu meski dengan tangan yang gemetar. Satu per satu foto pada memori kamera itu dihapusnya, terpenting adalah foto dirinya dan sang sahabat. Beberapa saat setelah itu, timer yang berjalan mundur itu pun lenyap seketika.
Dalam tangis yang penuh perasaan lega, Andrean berharap tak akan ada lagi hal menakutkan yang terjadi ke depannya. Andrean pun mengembalikan kamera jadul itu di tempat pertama kali ia menemukan benda tersebut. Siapapun pemilik kamera jadul itu sebelumnya, Andrean mengungkapkan maaf melalui suara hatinya karena telah mengambil benda yang bukan miliknya.
Beberapa saat kemudian, Andrean berlari untuk kembali pada sahabatnya. Benar saja, hal baik mulai terjadi. Sang sahabat sudah kembali seperti sedia kala. Andrean kembali yakin, keadaan telah kembali dan tak akan ada lagi hal yang perlu dicemaskan.
Perihal kamera misterius itu, semoga tidak ada lagi tangan-tangan yang memungutnya dan membuat benda tersebut berubah menjadi sesuatu yang menyeramkan; demikian harapan Andrean.