Tumpang Tindih Lahan di Kalteng Capai 2,1 Juta Ha

BALANGANEWS, TAMIANG LAYANG – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia Surya Tjandra mengatakan berdasarkan data dari rekapitulasi Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI) menunjukan total ketidaksesuaian di Provinsi Kalimantan Tengah mencapai 2.184.954 hektar.

Pernyataan ini disampaikan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang ini disampaikan dalam paparannya saat menjadi Keynote Speaker Webinar Pemuda Katolik Resolusi 2022 dengan tema Ekonomi Pulih Daerah Penyangga IKN Siap, Kamis (27/1/2022).

Berdasarkan data yang ada dari rekapitulasi skema ketidaksesuaian di Kalimantan Tengah jumlah lokasi usaha sebanyak 134.332 dengan total luasan sebesar 2.184.954 ha, dengan rincian ketidaksesuaian RTRWP dalam kawasan hutan lokasi usaha sebanyak 1.866 dengan total luasan sebesar 40.783 ha, ketidaksesuaian RTRWK dalam kawasan hutan lokasi usaha sebanyak 56.004 dengan total luasan sebesar 1.177.159 ha, ketidaksesuaian RTRWP dan RTRWK dalam kawasan hutan lokasi usaha sebanyak 897 dengan total luasan sebesar 7.234 ha serta ketidaksesuaian RTRWP dan RTRWK lokasi usaha sebanyak 75.565 dengan total luasan sebesar 959.778 ha.

Ia mengatakan, penyelesaian tumpang tindih perijinan, hak atas tanah, tata ruang dan kawasan hutan menjadi fondasi yang sangat penting untuk pembangunan suatu wilayah, dimana cost of conflict, terutama konflik di bidang agraria, berdampak besar terhadap iklim kegiatan usaha dari kecil hingga besar.

Lebih lanjut Wamen mengatakan, sebagai daerah yang dipersiapakan menjadi penyangga IKN, jika suatu daerah ingin produktif dan berkembang pesat, penyelesaian tumpang tindih berdasarkan PTTI yang telah disusun menjadi krusial, dan ini tugas bersama antara pemerintah pusat dan daerah.

Untuk itu telah ada PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah diharapkan akan meningkatkan tata kelola kehutanan yang berkelanjutan, memberikan perhatian umum dan sekaligus menyelesaikan ketidaksesuaian batas daerah, ketidaksesuaian IGT Kawasan Hutan, ketidaksesuaian RTRW Provinsi beserta turunannya, ketidaksesuaian garis pantai, serta peraturan tata kelolanya.

Pada kesempatan itu, Wamen berharap kepada para kepala daerah khususnya Bupati Barito Timur, Barito Selatan, Barito Utara dan Murung Raya, untuk semakin konsen memperhatikan mengenai kesesuaian lahan, sebagai dasar menentukan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka mempersiapkan daerah itu menjadi penopang dan penyangga IKN di Kalimantan Timur. (yus)