Polemik HGU Karena Pemerintah Rahasiakan Kepemilikan Lahan

Direktur FWI, Soelthon Gussetya Nanggara, menyebut selama ini masyarakat tidak pernah tahu kepada siapa saja pemerintah meminjamkan lahan.

Akibatnya, menurut Soelthon, proses pemberian HGU berlangsung berlangsung tanpa pengawasan. Korupsi dan kolusi pun berpotensi muncul karena terjadi di ruang gelap.

“Tidak ada argumentasi logis lagi dari pemerintah untuk menutup data ini. Publik tidak pernah tahu,” ujarnya, Selasa (19/02).

“Kalaupun ada situs berisi wilayah persebaran HGU, di situ tidak ada data pemilik, luas, atau komoditas. Nama pemilik sebenarnya paling penting agar kita tahu kepada siapa saja lahan negara ini diserahkan.”

Namun Kementerian ATR membantah menutup data pemegang HGU demi kepentingan pelaku bisnis. Mereka mengklaim tengah berkonsultasi dengan Kemenko Perekonomian terkait jenis data yang akan mereka publikasikan.

Kementerian ATR bertindak salah satunya dengan merujuk pasal 17 UU 14/2008. Pasal itu menyebut 10 pengecualian terhadap informasi yang wajib dibuka kepada masyarakat.

“Ada aturan untuk melindungi hak privat. Bayangkan kalau ada orang datang ke kantor saya, minta seluruh data tentang Anda,” ujar Juru Bicara Kementerian ATR, Horison Macodompis.

“Intinya kami bukan tidak ingin membuka data itu ke publik, tapi kami harus berhati-hati karena ini menyangkut hak keperdataan seseorang,” tuturnya.

Merujuk Laporan Tahunan 2017 Ombudsman, dari total 8.264 aduan, dugaan maladministrasi pemerintah paling banyak berkaitan dengan isu pertanahan (13,43%).