BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Budaya Dayak Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali harum di kancah dunia.
Akademisi sekaligus praktisi hukum, Dr. Andreas Eno Tirtakusuma, sukses memperkenalkan kearifan lokal Dayak sebagai model penyelesaian sengketa adat di forum hukum internasional LAWASIA di Pan Pacific Singapore, 22–23 Mei 2025.
Dalam forum bergengsi yang diikuti tokoh hukum dari India, Hong Kong, Singapura, dan Kuwait, Andreas mempresentasikan konsep musyawarah adat Dayak melalui lembaga Kerapatan Mantir atau Lembaga Perdamaian Adat Kedamangan.
Ia mengulas hasil risetnya soal efektivitas pengadilan adat Dayak dalam menyelesaikan perkara, termasuk penerapannya bagi non-Dayak dan relevansinya pasca KUHP baru.
“Saya percaya, budaya lokal tidak kalah bermartabat dibanding sistem hukum mana pun di dunia. Adat Dayak mengajarkan bahwa duduk bersama bisa lebih menyembuhkan daripada saling menggugat,” ucap Andreas dalam keterangannya, Kamis (22/5/2025).
Didampingi moderator Yap Teong Liang dan para panelis ternama seperti Jumanah A. Behbehani (Kuwait), Robin Egerton (Hong Kong), dan Nandini Khaitan (India), Andreas tampil membawa nama Indonesia, khususnya Kalimantan Tengah, ke panggung hukum global.
Langkah ini tak sekadar memperkenalkan adat Dayak, tetapi sekaligus membuktikan bahwa nilai-nilai kearifan lokal punya tempat terhormat di era modern.
Budaya leluhur yang manusiawi, berkeadilan, dan penuh makna sosial kini mulai dipertimbangkan dalam wacana keadilan dunia. (asp)