BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Juru Bicara Gerakan Solidaritas untuk Kinipan (GERSTUK), Janang Firman Palanungkai mengatakan ada berbagai kejanggalan dilapangan dalam proses penahanan Kades Kinipan, Willem Hengki, karena menurutnya berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa persoalan yang bersifat administrasi diselesaikan secara internal pemerintahan melalui aparatur pengawas Internal Pemerintah (APIP) sebagaimana Pasal 20 Ayat (1) Pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.
Kasus ini dimulai dengan adanya Surat Perintah dari Bupati Lamandau dengan Nomor 130/16/1/PEM.2020 Tertanggal 19 Januari 2020 kepada Inspektorat Lamandau untuk melakukan pemeriksaan khusus terkait penggunaan Dana Desa Tahun 2018 dan 2019 di Desa Kinipan. Pada tanggal 21 Februari 2020, Inspektorat Kabupaten Lamandau menerbitkan hasil pemeriksaan atas pemeriksaan khusus tersebut. Namun pada kenyataannya polisi telah memanggil Aparat Desa dalam rangka penyelidikan pada tanggal 20 Februari 2020 (mendahului Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Lamandau).
“Tindakan Aparat Penegak Hukum (APH) melakukan pemeriksaan kepada perangkat desa Kinipan sebelum Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) selesai melakukan pemeriksaan, mengindikasikan bahwa ada intervensi yang kuat untuk memaksakan permasalahan ini harus berlanjut ke pengadilan,” ujar Janang pada Senin (31/1/2022) saat melakukan Aksi Damai didepan Pengadilan Tipikor Palangka Raya.
Selanjutnya, Penyidik Kepolisian Resort Lamandau mengabaikan peristiwa peristiwa pembuatan Jalan Usah Tani Pahiyan pada tahuj 2017 sebagaimana yang juga dilaporkan dalam hasil temuan Inspektorat Kabupaten Lamandau Nomor 700/21/11/2020/INSP Tertanggal 21 Februari 2020, dimana hal inilah yang membuat Willem Hengki melakukan pembayaran di tahun 2019 yang merupakan utang Pemerintahan Desa Kinipan kepada CV. Bukit Pendulangan.
Ditambabkan Janang, Penetapan tersangka terhadap Willem Hengki sebagai tersangka tunggal merupakan kejanggalan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Lamandau. Dimana Hasil Pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Lamandau tidak menemukan adanya kerugian negara dan pembangunan Jalan Usaha Tani sudah dilakukan sebelum Willem Hengki menjabat sebagai Kepala Desa Kinipan.
Dan juga selama proses penyelidikan dan penyidikan Bapak Willem Hengki tidak pernah ditahan dan selalu kooperatif terhadap pemanggilan pihak Kepolisian Resort Lamandau, namun kenyataannya pada saat proses pelimpahan berkas perkara Willem Hengki ke Kejaksaan Negeri Lamandau dilakukan penahanan. Jika pihak Kepolisian Resort Lamandau mengkhawatirkan tersangka akan melakukan tindakan sebagaimana ketentuan Pasal 21 KUHAP yaitu; (1) melarikan diri; (2) merusak atau menghilangkan alat bukti; (3) mengulangi tindak pidana, maka seharusnya Kepolisian Resort Lamandau melakukan penahanan sejak awal penetapan tersangka, namun pada kenyataannya tidak demikian. Sehingga tindakan Kepolisian Resort Lamandau melakukan penahanan pada saat pelimpahan tidak beralasan dan berdasar.
“Berdasarkan fakta-fakta itu, Gerakan Solidaritas Untuk Kinipan meyakini bahwa kasus yang menimpa Willem Hengki merupakan kasus yang dipaksakan, karena berkaitan erat dengan pelemahan perjuangan Masyarakat Adat Laman Kinipan,” ungkap Janang.
Sehingga Koalisi tersebut juga berharap agar membebaskan Wilem Hengki, menghentikan upaya kriminalisasi dan memberikan pengakuan hal wilayah dan masyarakat adat Kinipan. (asp)