BALANGANEWS, PALANGKA RAYA — Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) terus mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor usaha perkebunan.
Salah satu langkah strategis yang kini dilakukan adalah penataan basis data lintas instansi untuk memetakan potensi riil daerah.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kalteng, Rizky Ramadhana Badjuri, mengatakan bahwa upaya ini dimulai dari penyelarasan data antar lembaga, termasuk Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perkebunan, Badan Pendapatan Daerah (Dispenda), hingga data dari perusahaan.
“Yang jelas, kita mulai dari data dasar. Ini menjadi langkah awal. Data dari BPS, Dinas Perkebunan, Dispenda, bahkan perusahaan, semuanya akan kita simpulkan dalam satu kolaborasi,” ujar Rizky usai menggelar rapat optimalisasi PAD dari Sektor Perkebunan, Senin (16/6/2025).
Langkah awal kolaborasi dilakukan bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sebelum merambah ke perusahaan yang belum tergabung.
Dinas Perkebunan menargetkan, seluruh perusahaan perkebunan dapat terintegrasi dalam satu sistem data yang solid.
“Setelah data itu clear dengan GAPKI, kita lanjutkan dengan perusahaan yang belum tergabung. Harapannya, yang belum jadi anggota GAPKI, bisa segera bergabung,” tambahnya.
Tidak hanya itu, lanjut Rizky, setelah divalidasi perusahaan, data akan dikonfirmasi ulang ke pemerintah kabupaten. Fokus pendataan mencakup data plasma, Corporate Social Responsibility (CSR), alat berat, plat KH, penggunaan air permukaan, tenaga kerja, hingga Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
“Fokus mencakup data plasma, CSR, alat berat, plat KH, penggunaan air permukaan, tenaga kerja, hingga NPWP. Setelah lengkap, data akan kita serahkan ke BPS sebagai satu pintu,” jelasnya.
Meski belum menyebut angka pasti, potensi PAD yang bisa dioptimalkan diperkirakan mencapai triliunan rupiah jika seluruh kewenangan daerah dikelola maksimal.
“Kalau hitung-hitungan dari bapak Gubernur yang menggunakan pendekatan BBM, angkanya bisa sampai 3 triliun. Kita ambil separuhnya saja, itu sudah luar biasa,” sebutnya.
Namun demikian, Rizky mengakui tantangan terbesar masih datang dari tren Dana Bagi Hasil (DBH) sawit yang justru menurun.
“PAD kita kurang, DBH juga turun. Padahal logikanya harusnya meningkat. Tapi karena hitungan DBH ini kewenangan pusat, kita harap ada evaluasi ke depan,” katanya.
Saat ini, GAPKI memiliki 120 anggota perusahaan besar swasta (PBS) di Kalteng.
Rizky menambahkan, bahwa jumlah total PBS di Kalteng hingga akhir 2024 tercatat 301 perusahaan dengan luas izin usaha perkebunan mencapai 3,27 juta hektare. Dari jumlah tersebut, 210 perusahaan telah beroperasi, sedangkan 99 lainnya belum.
Sementara itu, luas kebun masyarakat mencapai 244.715,84 hektare atau 17,96 persen dari total luas izin operasional perusahaan.
Dari 210 PBS yang beroperasi, sebanyak 132 perusahaan telah memiliki kebun plasma, sementara 78 perusahaan lainnya belum.
Rizky berharap GAPKI turut membantu menyosialisasikan kebijakan ini kepada seluruh anggotanya.
“Kita ingin GAPKI bisa bantu sosialisasikan arahan pimpinan kita, Pak Gubernur. Ini soal kepentingan bersama,” tutupnya. (asp)