Amien Rais: Partai Baru, Yes, Why Not?

Amien Rais

BALANGANEWS, SURABAYA – Mantan Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais menegaskan, Indonesia saat ini menghadapi dua musibah besar, yakni musibah akibat wabah Covid-19 dan musibah lemahnya kepemimpinan nasional.

Dalam teleconference “Ramadhan dan Jihad Reformasi” yang diselenggarakan oleh “Relawan Amien Rais Jatim” Selasa (18/5/2020) Amien mengungkapkan bahwa seharusnya pemerintah sekarang meminta maaf kepada rakyat dan mengakui terus terang bahwa pemerintah menghadapi banyak keterbatasan dalam mengatasi musibah Covid-19.

“Tapi, kelihatannya sulit bagi pemerintah untuk meminta maaf, karena untuk itu perlu kebesaran jiwa untuk mengakui kelemahan. Sikap itu yang tidak terlihat,” ujar Amien.

Sikap pemerintah yang cenderung merasa tidak bersalah merupakan musibah kedua bagi rakyat Indonesia setelah musibah Covid-19 mendera. “Malah sekarang kecenderungannya makin kuat ada kultus individu baru, seolah-olah pemimpin can do no wrong,” timpal Amien.

Hal ini terjadi karena sistem demokrasi kita pincang disebabkan oleh absennya oposisi. Dalam kondisi prihatin seperti sekarang iuran BPJS Kesehatan dinaikkan dan Undang-Undang Minerba diam-diam diloloskan.

Ditanya apakah akan mendirikan partai politik baru untuk mengisi kekosongan oposisi itu, Amien menukas, “Yes, why not?” Tapi, lanjutnya, sekarang timingnya belum tepat karena masyarakat masih menderita karena wabah Covid-19. “Mungkin kita tunggu sampai enam atau tujuh bulan lagi,” ucapnya.

Pasca-Kongres PAN di Kendari beberapa bulan silam Amien Rais disingkirkan dari kepengurusan PAN di bawah Zukifli Hasan. Spekulasi berkembang luas bahwa Amien akan mendirikan partai baru yang disebut-sebut bernama Partai Amanat Reformasi. “Sabar dulu, tunggu timing yang tepat,” kata Amien.

Muncul beberapa gagasan untuk menghidupkan kembali Masyumi menjadi semacam Neo-Masyumi. Menurut Amien gagasan itu baik. Dulu di zaman Orde Lama Masyumi melahirkan Perdana Menteri Burhanudin Harahap yang kebijakannya dapat membuat ekonomi berkembang dan rakyat sejahtera. Waktu Mohammad Natsir menjadi perdana menteri ia memberi teladan moralitas yang tinggi sehingga pemerintahan menjadi bersih dari korupsi.

Tapi, menurut Amien, sekarang situasinya sudah beda karena tantangannya juga berbeda. Spirit Masyumi bisa dihidupkan kembali tanpa harus menghidupkan partainya. Yusril Ihza Mahendra dan kawan-kawan sudah melahirkan Partai Bulan Bintang ala Masyumi, tapi tidak berhasil, karena itu Amien cenderung mencari alternatif lain.

Apakah akan turun gunung memimpin partai baru? Amien percaya bahwa di antara 270 juta bangsa Indonesia ini pasti ada orang-orang yang memiliki kualitas kepemimpinan hebat dan bisa memimpin Indonesia. Amien mengaku sangat percaya kepada regenerasi. Sejak masih aktif di kampus UGM Amien selalu mendorong regenerasi. Bahkan sampai urusan khutbah Jumat pun Amien mendorong regenerasi dengan cara mengurangi jadwal khutbahnya di masjid-masjid besar di Yogyakarta. Amien merasa malu jika harus meniru Mahathir Muhammad yang menjabat perdana menteri lagi di usia 94 tahun. Di Indonesia, kata Amien banyak anak-anak muda yang punya kualitas kepemimpinan bagus dan harus diberi kesempatan supaya bisa muncul.

Amien percaya bahwa bangsa Indonesia tetap bangsa yang besar. Nenek moyang bangsa Indonesia adalah para pejuang dan petarung. We are a fighting nation, bangsa pejuang. Tapi, sekarang ini ada kecenderungan semangat perjuangan memudar dan terjebak lagi oleh politik pengkultusan.

Pada 1960-an Bung Karno dikultuskan oleh masyarakat dengan memberinya berbagai gelar kebesaran. Hampir semua organisasi berebut memberi gelar kebesaran. Sampai akhirnya terjadilah peralihan kekuasaan dan lahirlah Orde Baru dengan tekad menghapuskan politik kultus individu ala Orde Lama.

Soeharto menjadi presiden yang beda dari Bung Karno. Tapi, setelah beberapa puluh tahun ternyata muncul lagi pengkultusan terhadap Soeharto dengan berbagai gelar-gelar kebesaran yang akhirnya membawa kepada kejatuhan Soeharto. Setelah reformasi, masyarakat ingin tidak ada lagi kultus individu. “Tapi sekarang ada kecenderungan politik kultus individu muncul lagi seolah-olah the president can do no wrong,” sergah Amien.

Yang diperlukan revolusi atau reformasi. Amien mengatakan, revolusi membongkar habis semua tatanan sosial-politik yang ada melalui jalan kekerasan. Risikonya besar karena kalau gagal akan membuat masyarakat hancur. “Revolusi memakan anaknya sendiri,” kata Amien.

Karena itu pilihannya adalah perubahan gradual melalui reformasi. Amien yakin bahwa untuk kondisi Indonesia reformasi lebih cocok daripada revolusi. “Revolusi risikonya sangat besar, lebih baik reformasi gradual,” ucap Amien.

Bagaimana kalau pemerintah terlalu kuat dan sulit dijatuhkan? Amien percaya bahwa rakyat akan bisa mengalahkan pemerintah yang zalim sekuat apapun. Pemerintah bisa berubah setiap tahun, tapi rakyat tetap akan ada dan berdaulat. Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.

Sistem demokrasi liberal sekarang ini memang banyak memunculkan persoalan, sehingga melahirkan keinginan untuk kembali ke UUD 45 asli dan diterapkannya kembali model GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara). Amien sepakat dengan gagasan itu.

Dulu, ada GBHN yang bisa menjadi panduan, tapi pada akhirnya terjadi penyelewengan juga. Sekarang tidak ada GBHN pembangunan makin salah arah dengan terlalu berpihak pada modal besar dan memarginalkan rakyat.
“Kita kembali ke Pancasila, karena bagi bangsa Indonesia, Pancasila sudah final,” pungkas Amien. (rmi/dad)