Diduga Sarat Paksaan, Istri & Anak Terdakwa H Imron Tuntut Keadilan

IMG 20230903 WA0052
Istri dan anak H Imron, Hj Mahrita dan Renaldi ketika meminta keadilan

, – Hj Mahrita, istri dari terdakwa H alias H Imron, warga Kota Palangka Raya, menuntut keadilan atas perkara yang menimpa suaminya.

H Imron (47) menjadi terdakwa setelah dilaporkan PT Sembilan Tiga Perdana (STP) atas Pasal 266 KUHPidana tentang memasukkan keterangan palsu dalam surat akta autentik.

Saat ini persidangan masih terus berjalan dengan agenda sidang sebelumnya yakni putusan sela.

Mahrita menilai, penetapan tersangka hingga menjadi terdakwa di yang dialami suaminya penuh dengan paksaan.

Sejumlah tekanan juga dialami suaminya dimana selama menjadi tersangka dan ditahan 28 hari di Polda , pihak tidak diperkenankan untuk membesuk.

“Kami ingin kasus ini terang benderang. Karena seperti kita ketahui, kasus ini terlalu dipaksakan masuk ke ranah pidana, seharusnya perdata,” katanya, Minggu (3/9/2023).

Keyakinan tersebut berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan, dimana H Imron selaku pemilik lahan yang disewa oleh PT STP menjual kepemilikan lahan kepada Tan Rika kala itu benar-benar membutuhkan uang.

Dalam kasus perdata, jual beli tanah tidak menghapuskan atau membatalkan sewa menyewa lahan. Namun dalam hal ini PT STP justru melaporkan Pasal 266 KUHPidana ke .

“Tidak ada memasukkan keterangan palsu dalam surat autentik. Kita menjual tanah milik sendiri,” jelasnya.

Mahrita menyebutkan, jika lahan yang berada di Pahandut Seberang tersebut dibeli suaminya sekitar tahun 2008 lalu. Tanah dibeli sendiri dan kepemilikan atas nama H Imron.

“Bahkan sekarang kami menang secara perdata. Majelis hakim memutuskan jika perjanjian sewa menyewa dengan PT STP dibatalkan,” sebutnya.

Senada, Renaldi, anak H Imron, menuturkan ketika bapaknya ditahan di Polda Kalteng, keluarga tidak diperkenankan untuk membesuk.

“Saya tidak tahu alasannya apa tidak boleh membesuk, petugas tahanan saat itu bilangnya penyidik yang tidak memperbolehkan,” tuturnya.

Ia pun merasa kebingungan sehingga selama 28 hari di Polda Kalteng, bapaknya tidak bisa dibesuk.

“Kami dilempar ke sana ke sini, karena capek, kami pun memilih pulang. Melihat kejadian ini kami meminta keadilan atas perkara yang menimpa bapak saya,” pungkasnya. (yud)