Cerpen: Kisah Pilu di Laut Biru

Ilustrasi (Sumber: apkpure.com)

Biru laut nan membentang luas berhadapan dengan birunya langit nan indah di atas sana terlihat sangat menakjubkan. Suara gemuruh ombak khas melekat erat di telinga bersama deru angin yang cukup mendamaikan. Pangeran termenung sambil memeluk lututnya sendiri di atas bebatuan dan memandang ke depan, melihat sesuatu yang sangat jauh darinya. Sudah berhari-hari ia tidak kembali ke istana karena rasa enggan yang menggumpal jika ia harus dipaksa menikah dengan Putri Mahkota. Putri Mahkota ialah perempuan yang sangat mencintainya sejak dulu, namun sang pangeran tidak memiliki perasaan serupa di dalam hatinya.

Saat matahari senja mulai nampak, pangeran tersentak ketika mendengar suara kuda kerajaan yang sangat dekat di telinganya. Benar saja, seluruh prajurit dikerahkan raja untuk mencari pangeran dan membawa pangeran kembali pulang. “Pangeran, kami diperintahkan oleh raja untuk membawa pangeran kembali ke istana, raja berkata bahwa ada hal yang sangat penting diketahui oleh pangeran mengenai putri mahkota,” kata salah satu prajurit. “Tidak, saya tidak akan kembali jika saya harus menikah dengan putri mahkota,” tepis pangeran. “Mohon maaf pangeran, kami harus melakukan ini,” semuanya pun bersatu untuk mengangkat tubuh pangeran dan membawa sang pangeran secara paksa. Pangeran berusaha untuk melawan kekuatan prajurit dengan peperangan kecil yang berhasil membuat lengan sang pangeran terluka akibat terkena senjata.

Saat merasa memiliki peluang untuk pergi dari tempat itu, pangeran pun  berlari sekuat tenaga untuk menyelamatkan dirinya. Ia menolak perjodohannya dengan putri mahkota selain tanpa rasa cinta juga karena ia telah mengetahui niat busuk putri mahkota untuk menguasai kerajaan. Sayangnya, raja tidak mempercayai ucapan dari anaknya tersebut sehingga membuat sang pangeran kecewa berat atas keputusan yang diambil oleh ayahnya.

Pangeran terus berlari dan sesekali anak panah hampir mengenai bagian-bagian tubuhnya namun pangeran tak gentar dan dengan kekuatan yang masih dimilikinya, pangeran semakin mempercepat larian. Hingga pada akhirnya, tidak ada jalan lagi yang mampu dilewati oleh pangeran, hanya ada lautan luas di hadapannya kala itu. Dengan sangat terpaksa, pangeran harus menghentikan langkahnya. Ia pun menoleh ke belakang, ternyata orang-orang yang mengejarnya semakin mendekatinya. “Lebih baik mati, daripada harus menikah dengan orang itu,” teriak pangeran lalu ia segera menjatuhkan tubuhnya ke dasar laut.