BALANGANEWS, PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) berkomitmen dalam percepatan penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng, Suyuti Syamsul mengatakan, bahwa kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi, dan lima Provinsi penyumbang 50 persen kematian ibu dan bayi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, dan Sulawesi Selatan.
Sedangkan, 10 provinsi dengan persentase kematian ibu dan bayi tertinggi yaitu Aceh, Papua, Sulawesi Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, dan Sulawesi Tengah.
“Sehingga di tahun 2023 semua Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah menjadi Lokus Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB),” kata Suyuti, Rabu (15/11/2023).
Ia menyebutkan, berdasarkan data Laporan Tahunan dari Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah untuk kematian ibu dan bayi bila dilihat dari tiga tahun terakhir sangat bervariasi.
Untuk jumlah kematian ibu dari tahun 2020 sebanyak 68 kasus (126,2/100.000KH), 2021 sebanyak 98 kasus (218,7/100.000KH), dan tahun 2022 sebanyak 64 kasus (146/100.000KH).
Sedangkan untuk kematian bayi tahun 2019 sebanyak 335 kasus (6.2/1.000KH), 2020 sebanyak 623 kasus (7,8/1.000KH), 2021 sebanyak 394 kasus (7,6/1.000KH).
Suyuti menjelaskan, penyebab kematian ibu yaitu Perdarahan sebanyak 34 persen, Hipertensi dalam Kehamilan sebanyak 16 persen, Gangguan Sistem Pembuluh Darah sebanyak 6 persen, Infeksi sebanyak 2 persen, Gangguan Metabolik sebanyak 2 persen, Covid-19 sebanyak 23 persen, dan selebihnya disebabkan penyakit lainnya sebanyak 13 persen.
Sementara dari hasil analisis data, bahwa tempat kejadian kematian ibu sebanyak 56 persen terjadi di RSUD, 24 persen terjadi di rumah, 15 persen terjadi di perjalanan saat dirujuk ke RSUD, dan ada 5 persen kematian di Puskesmas.
Suyuti menambahkan, data agregat hasil Pengkajian AMP-SR secara nasional berbanding lurus dengan data agregat hasil Pengkajian AMP-SR Tingkat Provinsi Kalimantan Tengah, bahwa kontribusi penyebab kematian ibu dan bayi salah satunya terjadi karena keterlambatan dalam deteksi dini masalah kesehatan dan tata laksana/pertolongan yang adekuat.
Selain itu, juga masih banyak kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak layak hamil dengan masih tingginya angka kejadian jumlah kehamilan risiko tinggi, termasuk Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan kehamilan dengan 4 Terlalu (Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu dekat dan Terlalu banyak).
“Untuk pencapaian target proyek prioritas dalam RPJMN sampai dengan tahun 2024 baik untuk percepatan penurunan AKI sebesar 183/100.000 KH dan juga penurunan AKB sebesar 16/1.000 KH, maka melalui kegiatan AMP-SR ini diharapkan mampu menghasilkan analisis mendalam untuk mencari akar permasalahan dan rekomendasi atau solusi baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang, yang dapat dilakukan sebagai respon untuk menjawab masalah yang terjadi yang sebenarnya dapat dicegah agar tidak terulang kembali kejadiannya,” tegasnya.
Kemudian, Suyuti mengharapkan agar Pedoman AMP-SR Tahun 2022 dapat tersampaikan sehingga Rumah Sakit Pemerintah/Swasta, Dinas Kesehatan Kab./Kota, dan juga Provinsi memiliki Tim AMP-SR yang dapat melakukan Pengkajian AMP-SR sesuai ketentuan berdasarkan Pedoman AMPSR ter-update.
“Selain itu, saya juga berpesan agar semua kematian ibu maupun perinatal dapat notifikasi melalui MPON,” pungkasnya. (asp)