Diundang Mediasi, Perwakilan Warga Buruh Nelayan Sebangau Batal Demo

Koordinator Daerah Kalimantan Tengah Federasi Hukatan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (HUKATAN-KSBSI), Junaidi Lumban Gaol

BALANGANEWS, PULANG PISAU – Sedikitnya 20 orang warga yang mengaku buruh dan nelayan di Desa Sei Hambawang, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau mendatangi Kantor Pemkab Pulang Pisau, Rabu (4/11/2020).

Kedatangan warga ini untuk menghadiri mediasi dengan pihak perusahaan di Kantor Pemkab Pulang Pisau atas tuntutan ganti rugi tatah di Desa Sei Hambawang, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau.

Tuntutan ganti rugi tersebut diajukan kepada perusahaan sawit yang beroperasi di Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau yakni PT BAF dan PT BEST.

Koordinator Daerah Kalimantan Tengah Federasi Hukatan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (HUKATAN-KSBSI), Junaidi L Gaol yang diberikan kuasa oleh perwakilan warga buruh nelayan tersebut mengatakan, semula rencananya dilakukan aksi demo atau unjuk rasa ke kantor Pemkab Pulang Pisau.

“Namun karena kita mendapat undangan mediasi, akhirnya aksi unjuk rasa kami batalkan,” kata Junaidi L Gaol, Rabu (4/10/2020) di kantor Pemkab Pulang Pisau.

Saat diwawancara media, Junaidi mengungkapkan alasan mengapa dirinya dan perwakilan warga buruh nelayan Sei Hambawang berencana melakukan aksi unjuk rasa. Menurutnya pihaknya telah beberapa kali melakukan upaya persuasif kepada pihak perusahaan namun tidak pernah ditanggapi.

“Kita menerima pengaduan dari masyarakat bahwa ada empat sungai yang tidak pernah diganti rugi oleh perusahaan. Setelah itu kita lakukan cek secara fisik ke lapangan, kita ajukan teguran pertama, kedua, ketiga kepada perusahaan,” ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, pihaknya juga mengajukan permohonan mediasi kepada Pemkab Pulang Pisau, namun setelah ditunggu-tunggu juga tidak ada tanggapan. “Tapi Alhamdulillah akhirnya kita diundang untuk mediasi hari ini,” kata Junaidi L Gaol.

Dibeberkannya, dari pertemuan mediasi ini, belum ada titik temu antara pihak perusahaan dan warga buruh nelayan yang mengajukan tuntutan. “Pertemuan ini belum ada hasilnya, kami merasa belum ada yang mau mendengarkan,” kata dia.

Ditanya apakah ada motif politik atas rencana unjuk rasa tersebut, Junaidi L Gaol meyakinkan tidak ada motif politik. “Perkara ini sudah lama kami tangani, hanya saja saat ini puncaknya, jangan dikaitkan dengan politik,” tepisnya.

Junaidi juga mengungkapkan, karena mediasi yang telah dilakukan tidak mebuahkan hasil, maka pihaknya akan mengajukan gugatan secara perdata kepada pihak perusahaan terhadap kasus yang terjadi.

“Kami akan sportif, kita ini kan Negara hukum, kita akan ajukan gugatan secara perdata. Tetapi dengan adanya upaya ini kami sudah berusaha untuk melakukan mediasi, kami legowo saja, kami akan menempuh jalur hukum,” ucap Junaidi L Gaol.

Menanggapi tuntutan tersebut, Legal Manager PT BEST Kutut Wibowo membantah jika pihak perusahaan tidak pernah memberikan ganti rugi lahan kepada masyarakat. Menurutnya proses ganti rugi bahkan sudah selesai dilakukan.

Dikatakan Kutut, proses ganti rugi lahan milik masyarakat ini sudah diselesaikan dengan melibatkan pemerintah daerah dari yang terbawah yakni pemerintah desa, dan selama ini prosesnya berjalan lancar.

Kendati demikian, Kutut mempersilakan jika memang ada sekelompok warga yang mengaku memiliki tatah di areal perkebunan sawit PT BEST untuk melakukan gugatan secara perdata.

“Legalitas kepemilikan itu kan harus ada bukti, dan bukti ini perlu diuji oleh pihak berkompeten, sedangkan Pemkab Pulang Pisau maupun perusahaan tidak punya kewenangan untuk memeriksa legalitas tersebut, jadi silakan saja kalau mau digugat secara perdata ke pengadilan,” tegas Kutut.

Ditambahkannya, dengan menyerahkan perkara ini ke pengadilan maka akan diketahui kebenaran datanya. “Begitulah etikanya jika kita bersengketa, jika dalam proses mediasi tidak menemukan titik terang, maka upaya hukum solusinya,” ujarnya.

Dia juga menampik jika disebut pihak perusahaan melakukan pencaplokan lahan milik masyarakat tanpa mengganti rugi. Sebab menurutnya, proses inventarisasi lahan kepemilikan melibatkan masyarakat sendiri, pemerintah desa, kecamatan, dan pemerintah daerah.

“Kami hanya memfasilitasi ganti rugi lahan milik masyarakat sesuai data yang kami terima dari masyarakat sendiri, kemudian usulan masyarakat ini dibawa ke pemerintah desa dan seterusnya hingga ke pemerintah kabupaten. Setelah itu Pemkab memberikan rekomendasi kepada perusahaan bahwa ini lho lahan masyarakat yang layak mendapat ganti rugi, diluar itu perusahaan tidak dapat memrosesnya,” ungkapnya. (nor)