Cerpen: Pak Kumis yang Malang

Ilustrasi (Sumber: Pixabay)

lagi-lagi sorot mata Pak Kumis kembali terlihat haru, balasan dari anak-anaknya itu cukup menyakitkan. Semua anaknya tidak bisa datang karena ada urusan pekerjaan, mereka hanya mengirimkan sejumlah uang untuk kebutuhan Pak Kumis sehari-hari. Pak Kumis pun meneteskan air matanya dan melangkah perlahan mendekati foto-foto anaknya yang tertempel di dinding rumah sederhana itu. Hati Pak Kumis sebenarnya sangat pilu tapi ia berusaha untuk tetap tersenyum. Ia yakin, anak-anaknya pasti akan datang ketika urusan sudah terselesaikan.

Tahun berganti lagi, batang hidung anak-anaknya itu tak kunjung terlihat sehingga membuat Pak Kumis kembali mengirimkan surat kepada anak-anaknya yang memberitahukan bahwa kondisinya dalam keadaan sakit. Pak Kumis percaya, anak-anaknya tentu mengkhawatirkan kondisinya dan akan pulang untuk menjenguk. Beberapa hari kemudian, terdengar pintu rumah itu diketuk oleh seseorang. Pak Kumis pun bangkit dari tidurnya untuk membukakan pintu dengan senyum sumbringah yang tercipta pada bibirnya. Tapi ternyata sosok yang datang bukanlah anaknya,